Selasa, 28 September 2010

Misteri Topeng Madara Uchiha


Bagi yang telah membaca komik naruto 511, dimana menceritakan tentang masa lalu Yahiko, Konan dan Nagato, pasti terkejut ketika melihat akhir cerita pada halaman terakhir chapter 511. Kita melihat sosok Madara yang memakai topeng baru mirip dengan penampakan mata Jubi. Dengan adanya topeng tersebut, berarti kita telah melihat penampilan Madara dengan menggunakan 3 buah topeng.

Topeng Madara 1 Ini adalah topeng yang pertama kali digunakan oleh Madara ketika dia bertemu dengan Itachi. Madara juga mengenakan topeng sejenis ketika dia bertarung melawan Yondaime dan berhasil untuk menarik keluar dan menghancurkan segel Kyuubi yang terkurung di dalam tubuh Kushina Uzumaki.

Topeng Madara 2 Ini adalah topeng kedua yang digunakan oleh Madara, mungkin kita mengetahui bahwa ini adalah topeng yang pertama kali digunakan ketika Madara tampil sebagai Tobi. Topeng ini akhirnya hancur ketika dia bertarung melawan Konan ketika akan merebut tubuh Nagato.

Sabtu, 25 September 2010

INTERNET CAFE

Internet Cafe
Naruto © Kishimoto Masashi
Penulis: Daniiii
“Mou sukoshi~ mou sukoshi~ kimi no soba ni irareta nara~”
Terdengar lagu Mou Sukoshi milik Saori Atsumi dari speaker yang ada di kamar Sasuke. Sang pemilik kamar pun kini sedang chatting Y!m bersama teman-temannya. Di depannya ada sebungkus keripik kentang dan es kelapa muda sisa buka puasa barusan. Jari-jari tangan kirinya bergerak lincah memencet-mencet tombol keyboardnya, sedangkan tangan kanannya menjejalkan kelapa muda yang diambilnya dari gelas.
Tak lama kemudian, Mikoto masuk ke dalam kamar tersebut, wanita tersebut telah mengenakan mukena. Dia tersenyum ke arah Sasuke.
“Nak, ikut tarawih? Ayo gih... Mama mau berangkat sama Kak Itachi dan Papa,” kata Mikoto.
“Iya, Ma... nanti Sasuke berangkat sendiri. Aku tarawih di masjid kampung sebelah, janji sama temen-temen, jadi Mama, Papa, sama Kak Itachi pergi aja duluan,” kata Sasuke sambil mengetik.
“Oh...” Mikoto angguk-angguk. “Ya sudah, nanti jangan lupa matiin lampunya, kunci pintunya dan ditaruh di pot seperti biasanya ya. Mama mau berangkat dulu.”
“Yoa!” sahut Sasuke. Pintu pun kembali ditutup oleh Mikoto dan rumah menjadi sepi dalam sekejap.
Usai mengucapkan salam offline ‘sejenak’ pada teman-teman virtualnya (dan beberapa teman sekolah semacam Shikamaru, Naruto, dkk.) dan membereskan sisa makanan serta gelasnya, dia pun mematikan komputer dan langsung pergi ke arah kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Setelah itu dia langsung berjalan ke arah lemarinya dan mengambil sarung serta peci dan memakai benda-benda itu. Tak lama, dia pun keluar rumah, mematikan aliran listrik, dan meletakkan kunci di bawah pot.
-time skip-
Sasuke melepas sandalnya, meletakkannya di rak, dan masuk ke dalam tempat itu, tempat yang beralaskan keramik putih, tempat yang menenangkan dan menyejukkan hati, tempat dimana orang saling bersosialisasi, dimana orang berjamaah, dan tempat yang dianggap suci... bagi para gamers dan onliners, apalagi kalau bukan WARNET.
“Oy! Cuy! Wakakakakak... kenapa lo? Pake sarung gitu? Biasanya ke warnet juga pake boxer!” kata seseorang di dalam warnet itu, berambut pirang, berkulit coklat bagaikan usai berjemur di bawah Matahari terik, bermata biru bak langit dan samudra yang tak lain dan tak bukan bernama Namikaze Uzumaki Naruto yang merupakan anak semata wayang dari Ustadz Namikaze Minato dan Ustadzah Uzumaki Kushina. Entah bencana macam apa yang melanda dan membuat pasangan suami istri itu mendapat anak yang maniak internet seperti dia sampai bertaruh tarawih.
“Diem lo! Stress gue!” ucap Sasuke sambil mulai melepaskan sarungnya dengan napsu.
“Iih!! Sasuke porno!!” teriak Naruto parno.
“Apaan sih lo?” Sasuke memelototinya sambil menyelempangkan sarungnya bak orang ronda.
“Oh... lo masih pake celana pendek toh di dalemnya, kirain lo mau nari striptease!” kata Naruto sambil melirik speaker operator yang mengumandangkan lagu Nagin. Sasuke pun memandang ke arah meja operator, dimana di sana ada Temari yang sedang blushing sambil membelo memandangi Sasuke. Sasuke hanya membuat ekspresi jijik sambil berjalan ke arah salah satu komputer yang belum ditempati. Hampir semua komputer tidak ditempati karena sepi. Karena hanya ada dia dan Naruto selaku pelanggan yang ada di sana.
“Teh, Gaara mana?” tanya Naruto mengusir suasana yang hambar saat menyadari Gaara tak ada di sana.
“Tarawih sama Kankurou,” jawab Temari yang telah menyudahi blushingnya.
“Teteh ngapain nggak tarawih hayoo?” tanya Naruto lagi sambil menyeringai jenaka.
“Lagi nggak boleh,” jawab Temari lagi. Kemudian dia bertanya balik. “Lha kamu?”
“Bosen, teh...” jawab Naruto sambil nyengir penuh dosa.
“Teh! Ganti lagu dong! Masa lagu ular sanca gini sih! Bergidik gue,” protes Sasuke sambil memasukkan username dan password untuk member warnet Sabaku tersebut.
“Apa, Sas? Lu inget Pak Orochimaru gara-gara kemarin dipake praktek biologi yang ngejelasin tulang pubis dan alat kelamin, ya? Hihi, gimana rasanya dipegang-pegangin gitu?” Naruto mengikik saat membayangkan kejadian beberapa waktu lalu saat di laboratorium biologi dimana Sasuke dipaksa maju oleh Pak Orochimaru dan ditunjuk-tunjuk serta dipegang-pegang untuk menunjukkan organ yang dimaksud dalam materi.
“A-Apaan sih lo?” teriak Sasuke. Terlihat semburat merah di pipinya yang seputih susu itu begitu mengingat peristiwa waktu itu.
“Lha... gue lihat kayaknya lo keenakan pas disentuh-sentuh bagian sensitip lo!” kata Naruto.
“Resek lo! Gak usah diomongin napa!” ucap Sasuke kesal.
They’re selling postcards of the hanging
“Nah! Gini dong! Lagu Desolation Row-nya My Chemical Romance!” kata Sasuke.
“Halah, biasanya kalo pake headset lo ngedengerin lagunya Ridho Rhoma juga!” sahut Naruto.
“Urusai Dobe!” teriak Sasuke.
“Udah, jangan bertengkar,” kata Temari melerai mereka.
Sasuke membanting pecinya ke atas meja, kemudian matanya yang berwarna onyx menatap lurus ke arah layar, memperhatikan jendela conference chat yang baru saja dibukanya bersama teman-temannya yang nista.
Smarty (Sasuke): WOI!
Ramennn (Naruto): Hihihi... Tem~
WhiteFang (Kiba): Kalian dimana?
Ramennn: Warnetnya Gaara!
Shukashukague (Gaara): Oi, Kib, kalo pake nama itu dimarahin bokepnya Kakashi-sensei lo.
WhiteFang: XP
Smarty: Lha? Gar! Katanya Teh Temari kau tarawih? Lo ke warnet lain, ya? -piip- lo! Nggak ngelarisin warnet sendiri!
Shukashukague: Suka suka gue.
Smarty: O.o
Smarty: *nampar*
Ramennn: Ganti username ya, Gar? Kemarin Shukaku, trus Shukashukaku, sekarang ‘ku’-nya diganti gue. Hihihi...
Shukashukague: Hn.
WhiteFang: to Sasuke, aku ma Gaara buka messenger lewat HP!
Smarty: ...
Ramennn: Kalian nggak tarawih malah Y!m-an!
MalesssAhh (Shikamaru): Mereka ngetik sambil sujud.
Ramennn: Lha? Lo juga?
MalesssAhh: Gue di belakang kagak ikut tarawih.
MalesssAhh: Tidur aja dah.
Smarty: Che...
Smarty: -Offline-
Sasuke langsung keluar dari conference itu dan mulai membuka facebook dan ayodance lewat Mozilla. Saking rajinnya dia, dia adalah makhluk terkaya di antara teman-temannya dalam urusan ayodance, bahkan dia memiliki semua avatar item dari ayodance pertama kluar sampai sekarang. Biasanya beberapa anak minta joki olehnya. Kemudian dia membuka Onemanga untuk membaca Naruto chapter yang paling baru. Entah ini hanya perasaannya atau apa, tokoh di dalam cerita itu mirip sekali dengan wajah-wajah dan nama-nama yang pernah dia kenal. Dia jadi curiga bahwa Kishimoto Masashi adalah seorang stalker yang mengintai desanya.
“Oi! Nar! Dah baca Naruto chapter yang paling baru kagak!?” tanya Sasuke heboh setelah membuka chapter 666 yang belum keluar di Amerika, apalagi Indonesia, bahkan Jepang, dan juga Kishimoto Masashi sendiri belum mengeluarkannya (?).
“Apa? Apa? Belum nih! Gue lagi buka Onemanga!” kata Naruto yang segera membuka Onemanga.
“Baca deh! Keren banget! Orochimaru bangkit lagi sambil nari striptease di depan para kage!” ucap Sasuke penuh semangat saat melihat tokoh favorit keduanya (setelah tokoh bernama Uchiha Sasuke) menampakkan batang hidungnya di chapter 666.
“Astagah!!” teriak Naruto sambil memegang hidungnya yang mulai mengeluarkan darah. “Mana para kagenya nyawer lagi! Gaara juga! Astaghfir...”
Sasuke kembali menelusuri halaman demi halaman dari chapter 666 tersebut. Dan matanya membelalak kaget saat tiba-tiba dalam satu panel Uchiha Sasuke, tokoh favorit nomor satunya di Naruto, menghampiri dan menyentuh Orochimaru yang sedang membuka kimononya secara perlahan-lahan sambil tersenyum ala om-om maniak.
“YA TUHAN!!!” teriak Sasuke histeris.
“Hiii... norak dan menjijikkan banget sih Uchiha Sasuke itu! Nggak seperti Uzumaki Naruto yang suci dan berhati baik,” ucap Naruto lirih, tidak tega jika dia mengatakan hal tersebut di depan fans sejati Uchiha Sasuke—yang bahkan lebih fanatik daripada Haruno Sakura dan Yamanaka Ino di manga itu, yang tak lain dan tak bukan adalah penghuni komputer nomor dua berambut hitam jabrik bernama Uchiha Sasuke.
Makan duren di malam hari paling enak dengan Kakashi...
Tiba-tiba terdengar lagu Belah Duren. Sasuke yang menyadari bahwa itu adalah ringtone handphonenya pun segera mengambil handphone Blackberry miliknya dari saku celana dan melihat nama sang penelefon. Di sana tertulis ‘Pedofil Incest’. Sasuke pun langsung panik.
“Teh Temari! Ganti lagunya dong! Ganti lagu religi gitu!” kata Sasuke pada Temari.
“Kenapa, Sas?” tanya Temari.
“Gawat! Pokoknya ganti aja, Teh!” jawab Sasuke. Temari pun mengangguk dan mengganti lagu Ridho Rhoma yang direquest Sasuke melalui Y!m secara diam-diam agar Naruto tidak menggodanya dengan lantunan surat Yasin.
Klik.
Sasuke mengangkat telefonnya.
“Halo, Itachi?” jawab Sasuke.
“Sas, lo dimana? Belum pulang tarawih?” tanya Itachi dari seberang sana.
“Di masjid lah! Belum nih,” kata Sasuke.
“Kapan lo pulang?” tanya Itachi lagi.
“Bentar, ini mau pulang nih!” sahut Sasuke.
“Ya udah... Rajin ya lo sekarang, gue kira lo di warnet.” Glek. Sasuke menelan ludah.
“Lo masih pengajian surat Yasin, kan? Nanti kalo udah kelar aja,” lanjut Itachi.
“O-oke,” jawab Sasuke.
“Gudbai, otouto~ Klik.”
Panggilan pun berakhir. Sasuke mengunci handphonenya dan memasukkannya ke dalam saku celana. Dia langsung meng-sign out semua accountnya, menutup mozillanya. Kemudian dia keluar dari billing, mengambil pecinya, berdiri, dan langsung berjalan ke arah Temari.
“Berapa, Teh?” tanya Sasuke sambil menurunkan sarungnya dan memakainya dengan baik dan benar.
“Ditelefon Itachi, Sas?” tanya Naruto.
“Iya,” jawab Sasuke.
“Dua ribu,” kata Temari setelah melihat ke arah layar.
Sasuke merogoh ke dalam sarungnya dan mengambil dompet dari dalam saku celana di dalamnya. Dibukanya dompet berwarna hitam itu dan dia pun mengeluarkan uang 2000 untuk diserahkan pada Temari.
“Ya udah, Teh, saya pulang ya. Titip salam buat Gaara sama Kankurou,” kata Sasuke sambil mengambil sandalnya dari rak dan keluar dari warnet.
“Lo udah mulai menaruh perhatian sama Gaara, ya?” ucap Naruto. Sasuke pun langsung melemparnya menggunakan sandal butut miliknya sendiri.
“Makan tuh sandal lo!” kata Sasuke.
“Salam juga buat keluargamu, Sas,” sahut Temari.
“Halah, paling-paling juga gak disampein karena entar bakal ketahuan keluarganya kalau dia main di warnet,” kata Naruto.
“Jangan cerewet lo!” teriak Sasuke sambil berlari menuju rumahnya.
“Salam buat nyokap lo aja, Sas!” teriak Naruto dari dalam warnet.
-
Fin
-
Pesan moral:
Jangan mencontoh kelakuan bejat SasuNaru *ditampar* eh, maksudnya Sasuke dan naruto ya, adik-adik sekalian. Tarawihlah saat tarawih, dan kalau ke warnet izin aja.. OwO (sama aja!!)
Yah~ maaf cerita ini tidak ada klimaksnya kayak yang games online (gak tahu juga sih ini ada klimaksnya apa enggak. Lol), tapi endingnya nggak cliff kayak yang games online. Ahahahaha~
Lebih pendek pula. Kali ini saya taruh di humor aja... Cocok gak, ya? TwT Yang games online aja di general parody...

MANGEKYOU SHARINGAN

SETETES DARAH

Language: Indonesia
WARNING: OOC-ness, lebay-ness, plotless humor, not meant to be yaoi.
--
Setetes Darah
Penulis: Blissaster
Suna, Kantor Kazekage…
Gaara sedang duduk di kursinya, ditemani dua kakaknya, mengerjaka tugas Kazekage-nya seperti biasa, ketika…
‘Srat!’ tanpa sengaja, jari Gaara tersayat oleh pinggir kertas.
Gaara berkedip beberapa kali. Merasakan adanya rasa perih yang tidak biasa di jarinya, dia memperhatikan jari tersebut, dan menyadari ada cairan kental berwarna merah mengalir di sana. Gaara berkedip beberapa kali, sebelum otaknya mencerna sepenuhnya apa sebenarnya cairan merah itu…
“… Darah…” bisik Gaara lebih pada dirinya sendiri, menatap takjub sedikit cairan merah yang keluar dari jari telunjuknya.
“’Darah’??” ulang Temari dan Kankurou bersamaan. Kepala mereka tersentak ke arah adik bungsu mereka. Otomatis, mata mereka mengikuti ke mana mata Gaara terpaku. Dan melihat…
“DARAH!!?” teriak keduanya bersamaan, panik.
Kedua tangan di kepala, Temari berjalan mondar-mandir, “Darah?? Darah!? Darah!!? Gaara berdarah!!?” Temari histeris, “Tenangkan dirmu, Temari. Tidak ada gunanya panik,” Temari menaruh tangan kanannya di dada kirinya, menarik nafas panjang, berusaha untuk menenangkan diri. Hening. “GAARA BERDARAH!!!” teriaknya dalam kepanikan yang sma – kalau tidak lebih dari—yang sebelumnya.
Sementara itu Kankurou..
“GAARA! JANGAN MATI!!!” teriak Kankurou, mengguncang bahu adik kecilnya, air mata mengalir deras dari pipinya.
Dan aara…
Dia masih terpesona memperhatikan darah di jarinya. Dan entah bagaimana, bisa tidak menyadari kehebohan Temari (“DARAH~~~!!!”) atau Kankurou (“BERTAHANLAH!!”)
Beberapa waktu kemudian…
Kankurou yang mulai bisa mengontrol dirinya –akhirnya—sadar kalau dia harus membalut luka Gaara, menghentikan pendarahannya.
“Tenang, Kankurou… Tenang…” Kankurou menggumam pada dirinya sendiri, sebuntal perban di tangannya yang kini gemetaran, “Nyawa Gaara bergantung padamu. Kau jarus membalut lukanya sebelum lukanya terinfeksi atau Gaara kehabisan darah…” Kankurou membeku di tempat, matanya melebar seolah terhipnotis, “… Darah… Kehabisan darah… GAARA!! JANGAN MATI!!!” Kankurou menjadi histeris, lagi.
“Bodoh! Sini biar aku yang lakukan!!” Temari menendang adiknya, mengambil secara paksa perban dari tangan Kankurou, “Tenang saja, Gaara! Kakakmu ini akan segera menolongmu!” Temari menepuk dadanya.
Dan Temari pun membalut Gaara dengan perban…
Terus…
Dan terus…
Hingga…
“Selesai!” Temari mengelap keringat dari keningnya. Memperhatikan adik bungsunya yang kini berbalut perban dari ujung kaki hingga kepala. Tidak ada yang terlewatkan. Kecuali mata kanan Gaara dan… jari telunjuknya yang berdarah. Mata Temari melebar menyadari jari Gaara yang masih berdarah, “Maafkan kakakmu yang tidak becus ini, Gaara!!” teriak Temari, memegang kepalanya, frustasi.
Dan Gaara masih tepesona…
Begitulah, dalam keadaan seperti itulah, Taka –merpati pengantar pesan tercepat Suna—dikirim ke Konoha. Di dalam gulungan itu tertulis pesan…
Nyawa Kazekage dalam bahaya. Meminta bantuan secepatnya.
‘Brak!!’ Naruto menggebrak mejanya.
“Dia menaruh dirinya dalam bahaya macam apalagi sih!?” teriak Naruto frustasi. Walau toh dia segera bertolak ke Suna, Sasuke dan Sakura di sampingnya.
Beberapa waktu kemudian, Suna, Kantor Kazekage…
Temari terbaring di kursi, kompresan basah di keningnya, menutupi matanya, dia terus bergumam, “… Darah… Gaara berdarah…!!!”
Sementara Kankurou berjalan mondar-mandir di tengah ruangan, menggigiti kukunya dalam panik. Gaara, dalam balutan perbannya, masih tidak bergeming.
‘Brak!’ pintu itu terbanting terbuka. Kepala Kankurou segera menghadap ke arah pintu.
Naruto –yang ekspresinya campuran antara marah dan khawatir-- masuk. Sasuke dan Sakura mengikuti di belakangnya.
“Naruto!” Kankurou memgang kedua tangan Naruto, matanya bersinar penuh harap, “Syukurlah kau datang!!”
“Ada apa memangnya?” tanya Sakura, mengkhawatirkan keadaan Gaara –yang seluruh tubuhnya terbalut perban, dengan mata menatap ke arah jari telunjuknya.
“Dia… Dia… Dia berdarah!!!!” teriak Kankurou histeris.
“Ha?” Sasuke dan Sakura menatap Kankurou seakan cowok itu sudah jadi gila.
Sakura menggelengkan kepalanya, menyadarkan diri, sebelum berjalan ke arah Gaara, memeriksa cowok berrambut merah itu. Naruto mengikuti di belakangnya. Menyadari luka yang diderita Gaara ternyata hanya luka sayatan kecil di jari telunjuknya, Sakura menghela nafas lega.
“Oh. Bukan masalah besar kok. Dia hanya—“ Kata Sakura, tapi kata-katanya terputus.
“Dia benar berdarah!!” teriak Naruto tidak kalah histeris.
“Tuh kan! Dia berdarah!! Dia memang berdarah!!!” Kankurou menimpali kehisterisan Naruto.
“Ah. Justru itu—“ Sakura hendak menjelaskan, tapi kedua pemuda di depannya itu sibuk sendiri.
“Darah! Darah!! Darah!!! Dia berdarah!! Gya~~!! Gimana dong!?”
“Iya kan!? Iya kan!? Dia berdarah!!”
“Ah, umh… Makanya aku mau bilang—“
“Dia berdarah!!”
“Gaara, jangan mati!!!”
“Eh? Eh??” Sakura jadi ikut bingung, “Apa itu bukan sayatan biasa!? Jangan-jangan sayatan itu beracun!!”
Sasuke menatap kekacauan di depannya dengan tidak percaya.
‘Duak! Duak! Duak!!’ Sasuke memukulkan bagian belakang Kusanagi pada kepala Naruto, Sakura dan Kankurou.
“Sadar dong! Apanya yang membahayakan nyawa? Itu kan Cuma sayatan kecil biasa!” kedua tangan di pinggang, Sasuke mengomel, “Dan kau, Sakura! Jangan ikut-ikut dua orang idiot ini dong!” Sasuke menunjuk Naruto dan Kankurou. Sakura menggaruk belakang kepalanya, tersenyum malu.
“Tapi dia berdarah!” protes Naruto.
“Iya! Dia berdarah lho!” Kankurou menimpali.
Sasuke memutar bola matanya dengan tidak sabar, “Lalu? Dia kan sudah bukan host Ichibi lagi! Wajar kalau dia berdarah!” kata Sasuke.
“Tapi dia berdarah!!” Naruto berkeras.
“Iya! Berdarah!!” Kankurou ikut-ikutan.
Sasuke memutar bola matanya. Tampaknya tidak ada gunanya bicara dengan dua orang idiot ini. Lebih baik di segera menyelesaikan masalah bodoh ini dan pulang ke Konoha. Dia tidak percaya dia pergi ke Suna –dan meninggalkan Itachi, kakaknya yang berharga—hanya untuk alasan konyol seperti ini.
Sasuke berjalan ke arah Gaara, memperhatikan jari telunjuknya yang berdarah. Sasuke mendengus, “Luka seperti ini sih, dijilat juga sembuh,” kata Sasuke sebelum menjilat jari Gaara.
Hening.
Sakura hanya menatap Sasuke dengan mata tidak percaya, mulut terbuka lebar.
Gaara berkedip. Sekali. Dua kali. Kemudian seolah tidak pernah terjadi apa pun dia bertanya, “Lho? Kenapa kalian ada di sini?”
Naruto dan Kankurou terdiam. Kepala menunduk, aura gelap mulai mengelilingi keduanya. Lalu…
“Dia menjilatnya!!” teriak Naruto, menunjuk Sasu dengan gaya menuduh. Sedetik kemudian, sudah terdapat beberapa klon Naruto yang terlihat murka.
“Dia menjilatnya!!” teriak Kankurou histeris, sebelum mengeluarkan gulungannya dan memanggil kugutsu kepercayaannya.
“Tidak termaafkan!!” kata keduanya bersamaan.
“Apa sih?!” tanya Sasuke kesal. Dia sudah membantu, bukannya berterima kasih! Malah…
“Serang!!” kata Naruto dan Kankurou, memerintahkan klonnya (Naruto) dan kugutsunya (Kankurou) untuk menyerang Sasuke.
Gaara berkedip beberapa kali, “Ada apa sih?”
--
“Aku tidak percaya!” gerutu Sasuke yang kini berbalut perban –terima kasih pada Naruto dan Kankurou—menyilangkan tangan di depan dadanya, memberikan deathglare-nya yang paling mematikan pada Naruto dan Kankurou, yang hanya tersenyum sok tidak berdosa. “Bagaimana mungkin hanya karena setetes darah--,” Sasuke mengatakannya dengan penuh dendam, “—kalian membuat gempar Konoha-Suna!?”
“Yah… Namanya panik…” Kankurou mengaruk belakang kepalanya, tersenyum malu.
Sasuke mendengus, “Dasar overprotektif.”
“Halah! Kayak kau pantas bicara begitu,” celetuk Naruto, menyilangkan tangannya di belakang kepalanya, “Memangnya siapa ya, yang teriak-teriak panik hanya karena Itachi terkena cipratan minyak?” balas Naruto.
Wajah Sasuke memerah. Memalingkan mukanya, dia berkata, “I-itu kan beda!”
“Apanya yang beda, hm?”
“Erh… Yah… Pokoknya beda!” kata Sasuke seenaknya.
“Sudahlah,” Naruto mengibaskan tangannya santai, “akui saja, kalian—“
“Kita, Naruto,” ralat Sasuke, “Kita.”
Naruto terdiam untuk beberapa saat, berpikir, sebelum melanjutkan, ”… Yeah, kita memang kumpulan orang overprotektif.”
”Hanya kali ini aku setuju denganmu.”
-End-

Kamis, 23 September 2010

SMS GOKIL

Language: Indonesia
Summary: Hinata dan Ino nge-gosip pake es-em-es! Dimulai dari ‘bertengkar sms’, sampe nge-gosipin cowok orang! True Story!
Disclaimer: I DO NOT OWN ANY OF THESE THINGS! Trademark with CAPS LOCK!! Inilah true story, bener-bener aku jiplak langsung dari HP-ku. Engga ada nyang dirubah sama sekali! Panggilan pun engga! Eh, ada ding nyang dirubah, tapi dikiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittttt…. banget, nget, nget! Kalo ga’ percaya, liat aja hape-ku! Dasar ya, bukannya nyelesein ‘Do You Really?’ malah ngerjain pen pik baru. Dasar pemales! Oh ya, pemeran utamanya Hinata.
SMS Gosip - TRUE STORY
Author: Inuzumaki Helen
Senin sore, anak-anak SMP Labschool Konoha udah pada pulang. Udah pada dirumah malah! Anak-anak kelas 9J, tadi pagi waktu pelajaran komputer disuruh buat undangan pernikahan. Terserah punya siapa! Akhirnya, inilah hasilnya:
Hinata: Naruto x Hinata (sambil blushing)
Itachi (lho? Kok ada Itachi di sini?? Iya, dia tinggal kelas. Wekekek..): Sasuke x Sakura (Ikut bahagia untuk adik..)
TenTen: Happy Tree Friends cast (Kenapa engga dia ama Neji aja ya??)
Sakura: Sasuke x Sakura (seneng abis waktu tau Itachi juga bikin. Artinya (calon) kakak iparnya itu juga peduli (lingkungan) ama mereka berdua..)
Moegi (heeeehhh??): Kiba x Hinata (Dia fans mereka berdua. Hinata blushing + gelagapan waktu liatnya)
Anko (HAAAAAAAHHHHHH??): Ron x Hermione (Gibusss…!!)
Kenapa engga ada Ino? Yak! Karena itulah alasan kenapa ni fic dibuat. Kenapa engga ada Naruto, Sasuke, Kiba, Shikamaru, de el el? Karena mereka engga ada di RP kami.
Senin sore, Hinata Hyuuga sudah sampai di rumah. Sudah mandi dan berpakaian, ia kemudian menceritakan semua kejadian seru hari itu, termasuk sewaktu bikin undangan, pada ottousama-nya. Ketika menceritakannya, ia langsung ingat, ia belum tau apa yang dibuat oleh Ino. Selesai bercerita (sambil duduk lesehan didepan kulkas), ia langsung pergi ke kamarnya dan mengambil hape-nya untuk meng-sms Ino. Nah, ini dia sms yang masuk ke hape Hinata dari Ino dan masuk ke hape Ino dari Hinata (karena sms-nya ada pake tanda kurung, jadinya kalo ada a/n ya.. ya a/n!:
From: Hinata
Ino-chan tdi dskolah bwt undangan p’nikahan sapa?
From: Ino
Sai and gue dong! Ada foto waktu gue cipokan ama dia lagi! Aku upload dari hp, hehe..
From: Hinata
ASTAJEEEMM!! Ino, tobatlah kau, nak. Jdilah sprt Tobi the good boy (kok Tobi disebut2?)
From: Ino
Tobi, un? (a/n: Temenku ini RP-nya Deidara juga) Lo kawinanny sapa?
From: Hinata
Naruto-kun sma aku pastinya (a/n: PD)!
From: Ino
(a/n: Skaranglah perang bermulai) Hinata ma Neji kan buta…. (prasangkanya Moegi) hahahah… Hinata kaga punya pupil..
From: Hinata
Biarin! Nyang ptg cantik (heuheuheuheuheu…hohohohoho…hahahahakhak!!)
From: Ino
Cantikan juga ino… Hinata kan butaa..
From: Hinata
Hinata bsa lyat tuh!
From: Ino
Abis oprasi, tp kaga smbuh total, urat2nya aja masih nongol..
From: Hinata
Ino suka pamer2 udel bodong
From: Ino
Hinata gagap, ngomongnya g bener..
From: Hinata
Ino ngga punya slera, milihnya Sai-kun
From: Ino
Sai kan innocent, pnter gambr, g ky naru yg rusuh, piara binatang d badan, kaga punya kandang..
From: Hinata
Gtu2 binatangnya kan imut. Cowo rusuh kan artinya enak d’ajak maen. Dripada Sai, gbr mulu, kga ada ekspresi (a/n: Hampiiirr.. ajah nulis ‘ekskresi’..)
From: Ino
Bnatang imut apaan, oren gitu, bnyk ilernya, naru kan lebai, sai dong, cool gtu..
From: Hinata
Byarin! Lebay2 cakep! Sai cool? Tukul arwana? Dya mah bkn cool, cma dya kga ada ekspresi soale udh kpake abis waktu kcl
From: Ino
Naruto cemongan! Sai mulus dong… Naruto ky duren kadaluarsa..
From: Hinata
Sai mah mayat jalan! Pucet gtu..
From: Ino
Kata sapa? Sai tuh bersih, putih, mulus (narsis..) Naru dekil, bajunya alay
From: Hinata
Sai tu udelnya bodong, msi di pamer2in. Naru kan udh sopan, t’ttp lgih! Eh, dripda adu sms ttg cowo msing2, mending ngomongin cowo org! Ayoh ngomongin Sasuke!
From: Ino
Hyaaahh… Ayo!! Sasuke kan ayam kegencet pager gedung DPR, mkanya, dy pndiem gr2 msi shock… Udah gt rmbutnya jegrak gtu, palagi pas udh gede, pk kmono gtu..
From: Hinata
Udh segede gtu make kimono msa msi g bnr? Cowo2 kta mah klu pke kimono rapih, sopan. Lha ini? Udh dpnnya kbuka, aku rasa clananya jga kbuka, lupa dretsleting kale? Mksdnya byar mecing ama dpnnya. Dpn kbuka, blkng ikut
From: Ino
Kan iket kimonony dari tambang jemuran ungu, ga modal. Kl cwo2 kt kn pke obi yg bagus en mahalan (halah..)
From: Hinata
Iya.. Cwo2 kta kan msi punya uang. Lha ini? Kerjaannya jalaaann.. mulu! Mna tmn2nya di hebi kga ada yg bner
From: Ino
Tauk tuh, dah gt kan masa dy ngegebuk sakura wkt mw ke orochimaru, jahat bgt, kl cwo2 kt kn baek n romntis..
From: Hinata
Iya dong! Pokoe, cowo kta are the best! Drpda anak ayam, kerjaannya cma minta mkn ama mamihnya doang en matok2 org
Engga ada balesan… Hinata kesepian. Akhirnya ia ngebuka topik baru.
From: Hinata
Gmn dgn Neji? (jgn! jgn omongin sodara ndiri! tpi blh jga si..)
Akhirnya.. ada balesan juga!
From: Ino
Neji kan wkt bayi itu cewe, trus d kutuk jdi cowo, rmbt ny aj gtu, g mempan d potng, yg ada gntingnya rusak, COWOK KITA AR DA BEST!! Hdup saiino n naruhina…!!
From: Hinata
Wekekek (a/n: Hinata? Wekekek?? Oh, itu aku..)! Dya tuh sbenernya niatnya dkutuk jdi biawak (atas dasar apa kamu ngomong begitu?) tpi g jdi, akhirnya jdi cowo. Dya itu rambutnya sllu dblg indah, tpi tnyata.. kusut abis! En dalemnya ga pernah dkramas. Tyap hri sllu minta aq nyisirin. Butuh 2 ½ jam bwt nyisirin! (akhir2 ini aq bru nyadar klo alasan aq sring hampir tlat itu karna DIA!) (a/n: Aq sring hmpir tlat loh..)
From: Ino
Wah,parah bgt, tuh, kan neji keramas ny pk sbun colek, wekekeke, bnr ga, tuh hinata?
From: Hinata
Bner bgd! Ko Ino tw si? Udh ya, hinata-chan mw les, ntar klo udh, aq sms lgi
Nge-gosip via SMS akhirnya terhenti sementara disitu.
1 jam kemudian…
From: Hinata
Hhe.. Nggosipin cowo org-nya dlanjutin bsk ajh ya, Hina-chan mau tidur.. Met bobo Ino-chan!
From: Ino
Arigatou, hina-chan…
--
Gajebo abis kan? Eh, ini cerita asli loh! Kalo ada yang masih binguuuungg.. nih aku ‘clear’ semua:
Di sekolahku, SMP Labschool Jakarta (which is why nama sekolahnya Labschool Konoha) aku dan temen2 pada buat RP pake chara Naruto. Aku dapet Hinata, yang dapet Itachi adalah oondagubrakitachi, yang dapet Ino adalah Alice Glocyanne (smua nama pen name ) selainnya adalah temen2 yang lain.
Sebenernya Sasuke ada, tapi aku maaaleeesss… ngeliatin dia bikin apaan. Aku engga begitu akrab ama dia. Well, akrab sih, Cuma ga begitu akrab (gimana siiii??)
Kalo masih ada nyang engga ngartos, REVIEW skalian TANYA!! (Taktik penambah review #2..). Dan maap kalo' ada kesalahan teknis lainnya.. hihihiiii...

DRAMA GOKIL

3 Anak Babi + ‘N’
Tema: Pemberontak
Author: Aika-Chan126
Language: Indonesia
Allow!!
Inilah my pirst panpik yang ancur
Dibaca ya!!

Tokoh:
Anak babi 1:Inuzuka Kiba
Anak babi 2:Uchiha Sasuke
Anak babi 3:Haruno Sakura
Anak babi ‘N’:Uzumaki Naruto
Serigala:Uchiha Itachi (habis..gak ada ide lagi)

Jreng jreng jreng layar panggng telah diangkat
“Pada zaman dahulu kala,di suatu tempat hiduplah 4 anak babi”kata sakura yang membacakan prolog (ato apalah namanya)
“4 anak babi?bukannya Cuma 3?”(sasuke)
“perasaanku gak enak deh”(kiba)
“dan tokoh utamanya aku!!”(naruto)
Story start!!
Karena para 4 anak babi baru menemukan hutan tempat tinggal mereka yang baru,mereka akan membuat rumah
Kiba babi membuat rumah dari jerami
“karena ringan aku bisa membuatnya”jelas kiba
Sasuke babi membuat rumah dari kayu
“gimana lagi?bahannya Cuma ada ini sih!”kata sasuke
Sakura babi membuat rumah dari batu bata
“kekokohan yang paling penting!”kata sakura
Sedangkan Naruto babi…
Dia hanya bermalas-malasan saja
“hei naruto kamu tidak membangun rumah?nanti kalau hujan bagaimana?”
“tenang saja sakura-chan,aku tidak akan kehujanan kok!”
Tanpa sengaja naruto menemukan gua,jadi disanalah ia tinggal
Lalu serigala(itachi)datang
“babi,babi, daging babi!!”
Lalu sang serigala meniup roboh rumah jerami milik kiba babi
Kiba pun terpental sejauh 345 meter
Naruto babi yang melihat kejadian itu pun lalu..
“yeeaah,ayo beraksi!!”
Dengan sigap dia menangkap jerami-jerami itu
Lalu dia membuat tikar,sepatu jerami,rompi,taplak meja sampai hiasan dinding
Interior gua itu menjadi sangat bagus!
Sang serigala dating lagi,kali ini dia meniup roboh rumah kayu milik sasuke babi
Dan lagi-lagi..si naruto bai menangkap semua kayu-kayu tersebut
Kayu-kayu tersebut pun dibuat menjadi pintu gua,tempat tidur dan lemari
Lalu sang serigala berniat meniup roboh rumah batu bata milik sakura babi
Tetapi dia gagal
“dasar serigala bodoh!rmah batu bata mana bisa di robohkan dengan ditiup!tapi aku harus mendapatkan batu bata itu!”
Lalu naruto babi memberikan palu besar kepada serigala itachi
“bodoh!nih pakai palu ini!”
“he..DASAR BODOH!”
DOOOONNGGG
Sang serigala memukul naruto babi,akhirnya naruto babi tertangkap
Dan serigala itachi sangat senang karena akhirnya dia bisa makan daging babi
Agar susah dimakan,naruto babi berteriak sekencang kencangnya
“hweeeee,hentikan!jangan makan aku!rasaku tidak enak!”
“berisik amat sih ini babi!”
Lalu serigala akan menyumpal mulut naruto babi dengan batu
“eh mulutku yang ini”
Karena naruto babi menunjuk hidungnya maka…
Serigala itachi menyumpal hidungnya
“yeah!jurus bom hidung!!”
TARR TARR
Lalu naruto babi meniup batu yang ada di hidungnya dengan nafasnya ke muka serigala
(bayangin aja sendiri susah di katain)
Sang serigala yang marah pun mengayun ayunkan palu besar itu secara membabi buta dan rumah bata itu dihancurkannya
Lalu serigala pulang ke hutan sambil menangis
“hooooorrrrreeeeeee,kita berhasil mengusir serigala itu!!”
“ha?kita?gue aja kali lo enggak!”kata naruto babi
Karena tidak punya pilihan,kiba babi,sasuke babi dan sakura babi tinggal di gua milik naruto babi
“duh,se..sempitnya”kata sakura
“oya,kalian tahu kan kapan harus bayar uang sewa?”
“siapa yang mau bayar!?”(sakura)
“kamu diam saja deh!!”(sasuke)
“dasar kamu inii…..!!”(kiba)
“hehe dramanya sukses,!!”
THE END

AADA(Ada Apa Dengan Anbu)

Ada Apa Dengan Anbu AADA


Language: Indonesia
Disclaimer: Mashashi Kishimoto buat narutonya…lagu2 yang ada disini milik penyanyinya…
ADA APA DENGAN ANBU?
By. Neitai
That’s Anbu no asrama, letaknya di tengah-tengah desa Hidden Leaf Konoha. Strategis, lebih dari ratusan siswa menghuni asrama ini, baik itu dari Konoha, Suuna, Otogakure, Mizu, de-el-el…pokoke terkenal, fasilitasnya top. Ada kelas plus ac dan home theatre, ada kantin yang diregistrasi perorang, ada lapangan olahraga, taman, praktikum no heya, praktek shinobi no heya. Asrama bagi yang tempat tinggalnya jauh dari Konoha. Sensei-nya pun gak sembarangan, yakni para Sannin, Anbu dan Jounin profesional serta tak lupa para Hokage. Sebut saja yang terkenal, Hatake Kakashi, Maitou Gai, Jiraiya, Uchiha Itachi, Kabuto, Sarutobi Asuma, Umino Iruka, Kurenai, Ebisu-sama, Shiranui Genma, Gekko Hayate, Morino Hibiki, Anko Mitarashia, Tsunade ( Godaime ), Uzumaki Arashii ( Yondaime ) dan Hokage Ketiga, Sarutobi-sensei. Top abis khan? Nah…berminat mendaftar? Hubungi Lee di nomor berikut…0817..
JEDUAKZ!.”
Lee memegangi kepalanya yang benjol, Sasuke mendelik dengan tajam,
“Jangan ulagi kata-kata promosi itu di depanku untuk kedua kalinya.”
“Enek ah, Lee-san…,” Neji mengangguk, menyandangkan tas selempangnya, “Kita udah denger itu setahun yang lalu, kayak baru masuk aja,”
Lee manyun, “Yah, kan hitung-hitung nostalgia sejenak sebelum peresmian kalian jadi Anbu,”
“Dan kau jadi manajer tim, kan,” lanjut Sasuke, Gaara menyela dari belakang Naruto yang masih asyik menikmati crepenya tanpa banyak omong,
“Manajer band, sekaligus,”
“Oh—ngomong-ngomong soal band, minggu depan kalian harus manggung di desa Mizu, lalu perayaan hari anak-anak di daerah sebelah Hikari Gakure, lalu setelah itu ke…,”
“Udah, ayo masuk, urusai…,” Sasuke mendengus, menggeret lengan Neji, Naruto, Gaara, dan tak lupa Lee, sekaligus masing-masing dua di tangan. Mereka mengikut saja diajak sang leader, daripada di-chidori. Gaara manyun.
Mereka agak tegang, kecuali Lee. Karena dia jelas tak mungkin ikut pendidikan Anbu setahun ini seperti yang lain, dia menjadi manajer tim Anbu dan band Sasuke yang diketuai Shikamaru. Hari ini mereka berempat akan mendapatkan training terakhir menjadi Anbu, terakhir, tapi kata Lee paling gak enak, dan tentang apa training itu, cuma sensei mereka yang tahu.
“Uchiha,” Gaara nyeletuk, “Mau mukul seseorang nggak,”
“He,” Sasuke bengong, “Maksudmu,”
“Tuh…,” Gaara nunjuk ke belakang, ke gerbang, Neji yang harusnya berjalan di belakang mereka sedang ditahan sama Itachi, masih pakai kemeja putih lengan panjang sama capochin bercelana hitam. Tampak sedang memaksa Neji ngobrol,
“Ngapain si Itachi,” Naruto membuang bungkus crepes ke tempat sampah, lalu kembali ke dekat Sasuke, “Ngobrol sama Neji-san ya,”
“Bukan ngajak, tapi maksa,” sahut Gaara senang, andai ada kamera, rekaman pembantaian Itachi Uchiha oleh adiknya pasti bisa dijual mahal, soal ekonomi, pake prinsip Kirimaru!.
“Tolongin dong…kalo nggak kita bisa telat,” Naruto memegang lengan Sasuke, uh…angka satu beraksi, Sasuke langsung mengembangkan hidung,
“Oke…,”
Di gerbang, Itachi menggenggam erat pergelangan tangan Neji, yang terus-menerus menghujaninya dengan satu kata berulang-ulang,
“Lepas! Lepas gak,”
“Ngobrol dikit aja nggak boleh,”
“Aku bisa telat, Inken na! Lepas nggak,”
“Nanti malam ada acara nggak,”
“Ada,”
“Pergi sama aku ya,”
“Nggak mau!.”
Aniikkkkkkiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii….”
Gleg! Itachi perlahan menoleh, suara seksi nan dingin itu…
“Ah..aho…B…baka otoutou…hai, ohayo gaozaim…,”
“Jangan basa-basi,” Sasuke melipat tangan dengan sharigan tiga user-usernya, Itachi nyengir,
“Pinjem Hyuuga-nya bentar ya,”
“Nggak boleh! Neji harus ikut masuk sekarang! Segera enyah sana! Cepet,”
“Bentar lagi dong…sepuluh men…,”
“Nggak,”
“Lima men…,”
“Nggak…,”
“Tiga men…,”
“Nggak,”
“Satu men…,”
“Gaara,” Sasuke berteriak tanpa menoleh, “Pasirmu nganggur tidak,”
“Ya…,”
“Sabaku dia…,” Sasuke berbalik, menyeret Neji menjauh dari kakaknya, dan Itachi cuma bisa ngacir saat Gaara dengan senyum licik membentuk pose Sabaku kyuu ke arahnya. Kabur desu!.
“Rasain, arigato, minasan…mau kemana kita,” Neji bertepuk tangan, Lee menunjuk ke bangunan sebelah bukit Hokage, tempat dimana biasanya Yondaime bersemedi. Bersenang-senang sembari mandi. Habis ada onsennya.
“Doko? Kamana atuh? Kok nggak di asrama saja,” Naruto merengut, Sasuke melingkarkan tangan di pundaknya, nyari kesempatan,
“Takut,”
“Siapa,”
“Usuratonkachi…,”
“Bastard,”
“Kodomo-chan,”
“Teme’…,”
“Amayakasu…,”
“Pervert,”
“Boys…ahooo…tolong berhenti sebentar, plis…,” Neji menengahi mereka, “Kok jadi olokan sih,”
“Aku heran…,” Lee berbisik di telinga Gaara, that’s tickles,” Kok mereka bisa awet ya,”
“Tanya Galileo,”
“Thanks atas usulnya,” Lee mencibir, dengan agak tertatih dia mengikuti keempat temannya menuju ke bangunan yang imaksud tadi, tangan Sasuke masih saja melingkar di bahu Naruto walau yang bersangkutan sudah menurunkannya berkali-kali.
Tepat di depan pintu masuk, mereka bersua Shikamaru, yag dikomentari makin seksi saja bibirnya…pas sekali, makin monyong 3 inchi. Maka mereka pun masuk bersama-sama.
“Gimana aturannya, Lee-san,” Neji menoleh ke arah Lee yang langsung membuka catatannya cepat-cepat,
“Eng—ada empat lantai yang harus dilalui, setiap lantai dijaga. Dan yang menjaga kita adalah tim sensei yang sudah ditunjuk Yondaime bersama Godaime. Kalian harus melewati keempat lantai dengan selamat. Untuk dapat dilantik jadi Anbu, paling tidak lewatilah tiga diantara empat itu, tapi yaa…kalau bisa dilewati semua ya bagus!.”
“Ada hukuman?.” Gaara melirik, Lee menggeleng,
“Cuma pemantapan yang agak miring,” dia nyengir, “Kalian mau tahu siapa saja Kochi-nya,” balasnya dengan mulut sedikit dimonyongkan seperti Shikamaru, yang lainnya berjalan sembari menoleh penasaran,
“Satu tim kan,” ujar Naruto, “Siapa,”
“Semuanya ada empat, yakni dua Anbu, satu Jounin, dan satu Sannin,”
“Pasti Kakashi-sensei ya,” tebak Naruto, dia manyun saat Lee mengangguk, “Yaahh…,”
“Lalu sannin itu pasti Jiraiya ojii-san,” Naruto menebak lagi, semuanya menatap Naruto heran,
“Kok tahu,” Lee tercengang. Naruto meringis sambil menggaruk-garuk kepala, “Soalnya sannin kita hanya ada tiga kan? Orochimaru ojii-san, Jiraiya ojii-san, dan Godaime. Si Orochimaru terlalu tua untuk menghadapi kita, Godaime jelas tidak mungkin, jadi…,”
OOOHHH…,”
“Tidak perlu koor-dong,” Gaara mendengus, menaiki anak tangga duluan, Sasuke menyusul di belakangnya,
“Tapi aku yakin kau tidak akan suka ini, Sasuke…,” Lee meneruskan membaca catatan, “Uchiha Itachi kan Anbu juga,”
“DEG!.”
Sasuke mencelos sekejap, “Aniki ikut njaga,”
“Ho-oh,” jawab Lee bloon, tangan Sasuke mengeras,
“Oke…coba saja dia berani ngapain,” balasnya ngotot, Gaara terkekeh, tak menghiraukan kelima temannya yang ternyata mengerumuni buku catatan Lee,
“Hai, ayo cepat,” dia mengajak, tapi mereka malah nyengir dengan mata melengkung, Gaara jelas curiga,
“Nani Soundayo ne,”
“Tahu tidak siapa Jounin di lantai kedua nanti,” Lee tertawa pelan, serempak dengan saat Gaara angkat bahu, Shikamaru, Neji, Sasuke, dan Naruto mengepungnya dari mepat arah. Depan, belakang, kanan, kiri, dan berbisik mesra bersamaan,
“Genma……….”
BUSH!.”
Sesuai perkiran, muka Gaara langsung memerah, dan lucu sekali. Mukanya yang berwarna framboize merona jadi agak pink. Khekhekhe…lima kali.
“Yaah…sudahlah,” Shikamaru menyela dan melewati Gaara sok penting, “Sebagai sesama penganut aliran cowok suka cowok, kalian harusnya ber…,”
“Rasengan!.”
DUAARR!.”
“Chidori!.”
BLARRR!.”
“RokuJyuu no Tataku!.”
BUAKK!.”
“Sabaku Sousou!.”
CROTH!.”
“Ups…,” Lee menutup muka dan matanya bersamaan,
“Kuharap dia masih hidup.”
Lantai 1…Kochi: Jiraiya (Sannin)
“Yahhhhh, si pervert,” Naruto mengeluh, “Ahooo…Jiriya-sensei,” dia meletakkan tepi telapak tangan di kening, mengucap salam pada seorang pria berambut putih mbegar dengan sake botol di tangannya, duduk di bebatuan dekat kolam ( di dalam bangunan ada kolam? ) yang dipenuhi teratai di sana-sini.
“Lho,” Jiraiya melongo, “Jadi kalian yang mau ujian hari ini,”
“Ya…,” jawab Shikamaru,”Kami berlima,”
“Kenapa mukamu? Kok ancur,”
“Aha…ha…,” Shikamaru nyengir, “Sedikit accident di tangga,” ujarnya diiringi pelototan dingin dari keempat temannya. Berani-beraninya mengejek mereka, walaupun…memang benar sih.
“Oke…jadi apa nih yang harus kami lakukan,” Sasuke melipat tangan dengan wajah tidak sabar, Jiraiya mengerenyit tapi cengirannya makin lebar, tiba-tiba dari dalam kolam muncul seekor katak supergede berwarna oranye bentol-bentol, berpose peace norak dan berbaju kuning ngejreng bertotol merah tua. Pakai kacamata item lagi! Plisss dechh!. Nggilani!
“Ga—gama Kichi,” Naruto menunjuk dengan mata melebar, yang lain hanya bisa bengong nggak ngerti,
“Gama kichi? Donata desu ka,” Neji menggigit bibir, “Apa bedanya sama Gama bunta ouyabin yang selalu kau sebut itu? Naruto-chan,”
“Anaknya,”
“Nani,”
“Kami harus apakan dia,” tanya Sasuke, “Dibantai,” balasnya, Gaara tertawa senang, daraaaahhh…I love you. Jiraiya meggeleng cepat,
“Dibuat sate katak,” tanya Sasuke lagi, “Kebetulan laper nih….”
Gamakichi mengerut, semua Uchiha memang nggak ada yang waras.
“Kalian harus menungganginya,” Jiraiya menjawab.
“Only that,” Shikamaru mencibir sok asing, “So easy,”
“Jangan senang dulu,” Jiraiya mengeluarkan sesuatu dari balik bebatuan, sekotak gede kaset-kaset, dan…sebuah mini compo keluaran philips. Yang lainnya mendelik heran,
“Buat apa,”
“Kalian akan menunggangi gama kichi, tidak boleh jatuh, boleh pakai jutsu kalau perlu. Dan poin penting dalam tantangan ini adalah, Gama kichi akan berjoget…,” Jiraiya menyambar salah satu kaset, dimasukkan dalam tape, lalu menunjukkan covernya,
“Diiringi lagu TOXIC….”
BRUAK!.”
“Lho? Jatuh,” Jiraiya nyengir,”Gampang kan? Tapi kalau kalian tidak suka Britney Spears, aku masih punya Numb-nya Linkin Park, SexyNaughtyBlitchy Tata Young, Go-nya Flow, Colibre-nya Maksim, Yeah-nya Usher, Lose My Breath-nya Destiny Child, Heaven of Love-nya Bautista, atau…,”
“Cukup deh,” Sasuke menghela napas, “Dimulai saja,”
“Yayayayaya…Gama Kichi, kau siap,”
ROGER!.”
“Oke...urut absen ya? Hoi! Suna! Kau duluan,” Jiraiya memencet tombol play, Gaara naik ke atas punggung Gamakichi, dan seketika itu pula lagu toxic pun mengalun, Gamakichi spontan berjoget,
“With a taste of your lips I’m on a ride
your toxic I’m slipping under
with a taste of poison paradise
I’m addicted to you
Don’t you know that you are toxic…
And I love what you do
Don’t you know that you are toxic.”
“Uwaaaa…,”
Gaara terlonjak-lonjak, mati-matian pasir menghalanginya agar tidak jatuh, hanya bergoyang ke kiri-kanan mengimbangi gerakan gamakichi yang beremangat mengikuti ritme cepat si toxic.
“Hwaahhh…,” dia terbanting ke punggung yang bertonjolan, pasti sakit. Untung nggak jatuh tuh, coba jatuh, pasti akan…hehehe...batin Sasuke licik. Jiraiya memandangi stopwatch,
“Stop! Turun,”
Gaara lemes, dibantu Shikamaru dan Neji dia turun dari pungung gamakichi, kliyeng-kliyeng. Pusing.
“Neji Hyuuga,”
“Aku boleh pilih lagu kan,” Neji mencopot jaketnya, lalu bergegas ke tempat kaset, menarik salah satunya,
“Best Collection of Destiny Child,” tanya Shikamaru bergidik, Neji ngangguk, “Lose my breath…tolong diputar,” dia menggulung lengan kemeja. Naik ke atas gamakichi dalam satu kali lompatan, Jiraiya angkat bahu, dan…
“Ready? Go,” Neji berteriak, suara menghentak dari para anggota destinys child langsung bergema di ruangan itu,
“Gila! Dia mikir apa sih,” Shikamaru melongo melihat Neji dengan lincahnya menari di atas gamakichi yang entah kenapa gerakannya sama dengan cowok narsis di atasnya itu. Tanpa pegangan, Sasuke dan Gaara menatap bengong. Naruto asyik-asyik aja mengikuti gerakan Neji, asyik lagi!. Goyang kiri, goyang kanan, hentakkan pinggul! Go! Right here! Right now!
“Turun!.”
“Yeah! Selalu berhasil!.”
“Selanjutnya. Anaknya Arashii, ah—ya, Naruto…,”
“Osh,” Naruto mau, melepas jaket dengan santai, dilemparkan ke Neji, lalu memanjat pungung anak gama oyabin itu,
“Tata young…tolong ya,” dia melirik Jiraiya, yang langsung mengangguk,
“Jangan pakai sexy no jutsu!.”
“Hehehehe…,” Naruto nyengir, “Oke! Ayo mulai,”
“I pick all my skirts to be a little too sexy
just like all of my thoughts they always get a bit naughty
when I’m out with my girls I always play a bit bitchy
can’t change the way I am, sexy naughty bitchy me!.”
CROTH!.”
CRUOTH!.”
Sasuke dan Gaara langsung mimisan, gimana enggak? Naruto berjogetnya sexy banget! Cuma pakai kemeja sama celana bercelemek, keren abis! Gerakannya meliuk-liuk persis kayak tata young di video klipnya. Croth! (lagi)
“Stop! Turun!.”
“Lha,” Naruto protes, “Kan belum setengah jam, ojii-san!.”
“Tapi kau membuat dua anbu sok tahu itu bersimbah darah, bodoh…, turun gih…,” Jiraiya menggeleng, dengan manyun Naruto turun dan menyambar jaketnya setelah menerima kotak p3k dari Jiraiya, tentu untuk mengobati mimisan dua cowok yang lagi horny tadi.
“Shikamaru Nara…,”
“Lho? Bukannya Sasuke duluan,”
“Mau nyuruh orang mimisan naik gama kichi? Bisa ditendang, baka…,” Jiraiya menyahut tenang, Shikamaru nginyem,
“Jangan monyongin bibir dong,” Gamakichi memelototinya, “Punya kamu lebih tebel ya,”
“Diolesin madu tiap malem,” kilah Shikamaru tak mau kalah, “Jangan bandel ya? Pelan-pelan saja…,” dia menenangkan, tapi gamakichi yang males dinaiki orang yang ngalahin keseksian bibirnya itu membelot, begitu suara falsetto Orange Renji terdengar…
Sekaijuu hora waraatte sora miagete saa tachiagate…o yeah!
Sekaiju hora kawaatteru minna ganbatte saa tachiagate…o yeah!
BRUAK!.”
Shikamaru tergelincir, jatuh tepat di lantai semen tepi kolam, untung nggak kecebur, Gaara terkikik di sela-sela darah dari hidungnya.
“Jatuh?.” Jiraiya mendelik, “Kurangi 5 point, dan ini hadiah untukmu,” dia mncoretkan seulas tinta hitam berbau katak diatas hidung Shikamaru diagonal sampai menutupi mulut. Huekzz!
“Huweee…,” Shikamaru berdiri sambil memasang tampang imut, “Masa dicoret sih? Bibirku yang seksi jadi gak seksi la…,”
“Buak!.”
“Kliyeng…,”
Shikamaru semaput dibanting Sasuke dari belakang, cowok itu sudah berdiri di depan gama kichi dengan hidung terbalut tissu. Buru-buru Jiraiya mengikat kedua tangan Sasuke di belakang punggungnya.
“C..cho..chotto matte! Apa-apaan ini? Kenapa aku diikat!.”
“Soalnya ini request dari Sandaime, kau paling emosional kalau bertindak, bisa kutebak kalau nanti kau pasti menggunakan chidori…atau…,” Jiraiya menotok keningnya,
“Sharigan…sampai setengah jam ke depan tidak bisa kau gunakan…,”
“Curang,” delik Sasuke, sembari melompat dengan tangan terikat di atas Gamakichi,
“Request dari si Arashii…,” Jiraiya mengeluarkan kaset sekaligus, “Aku akan mengganti-ganti lagunya, jadi siap-siaplah bergoyang…kau butuh olahraga.”
“Siap? Mulai!.”
I’ve become so nummmbbb!.”
Wuaaa…Sasuke mundur ke belakang, karena gamakichi tiba-tiba melompat, dia harus bolak-balik maju mundur agar seimbang. Baru beberapa menit menguasai gerakan, Naruto disuruh Jiraiya mengganti kasetnya lagi,
Nee kikoe masu ka? Sora wa hate shinaku aoki sunde ite….,”
Lha…pelan..Sasuke menghentakkan kakinya ke depan dan ke belakang, gamakichi bergunyuuu…
Wake me up! Wake me up inside! Call my name and save me from the dark!.”
Dak! Sasuke mundur ke belakang, hampir saja dia tergelincir kalau chakra di kakinya telat keluar, wushh! Dia melompat ke kepala gamakichi, menirukan gerakannya dari situ.
Para penontooonnn…bapak-bapak ibu-ibu semua yang ada di siniii…,”
Dangdhuth! Sasuke nyaris bergelundung saking kagetnya, tahu-tahu saja gamakichi ngebor, akibatnya tubuh Sasuke serasa dibor, gemetaran.
Beetle-beetle in the park!.”
You’re always gonna be my love, imawa mada kanashimi o shitemo….”
I want to change the world!.”
Just wild be communication! I nebi tsukaenagara..,”
Go! Go! Go! Ale-ale-ale!.”
Berakhirrrr…di Januariiii…..”
“Stop,” Jiraiya berteriak bersamaan dengan telunjuk Naruto yang mematikan tape itu, Sasuke melompat turun dengan napas ngos-ngosan, mata kliyeng. Tapi dia masih bisa berjalan sendiri menuju ke tempat Neji,
“Lepasin,”
“Oh-ya,” Neji bergegas mengotak-atik tali yang mengikat tangan Sasuke, Jiraiya mencatat hasil Sasuke di atas notebook, dia tersenyum puas,
“Bagus sekali, oi! Shikamaru…kau harus lulus ujian berikut, ingat ya!.” kata Jiraiya sambil ngakak, “Ganbatte kudasai! Ayo gamakichi! Kita comeback!.”
Mereka menaiki tangga kedua, pintu lebar terbuka dengan sapuan debu menyambut mereka saat menginjakkan kaki di lantai dua, Naruto tercengang melihat isi di balik pintu itu, ruangan dengan sebuah maket padang pasir lebar bergerumuh. Seorang pemuda tampan berambut keemasan menggigit sebatang lidi dengan ikat kepala simpul mati warna biru. Duduk di atas gundukan pasir.
“Genma-san!.” Naruto berteriak, Genma menoleh,
“Oh—sudah datang,”
“Kochi-nya,” Neji menunjuk dan Genma mengangguk, Sasuke menyusul ke dalam bersama Shikamaru.
“Aku nggak mau basa-basi, kalian lihat ke sana saja langsung,” Genma mengarahkan telunjuknya ke depan, dan sebuah buket besar berisi kaktus meksiko kecil-kecil berduri tajam muncul ke permukaan. Sasuke mengerenyit,
“Kau mau apa,”
“Menyuruh kalian melewatinya,” Genma mengedip, “Dilarang pakai jutsu selain chakra di kaki, gampang kan,”
“Easy,” Neji bergumam, “Kelihatannya sulit…,”
“Ah—sudahlah, lakukan saja….”
“Dari siapa dulu? Genma-san,” Naruto mendekat, “Aku ya,”
“Nara…,” Genma mendelik sembari mencabut lidi dari mulut, “Kau duluan.”
“Aku,”
“Kau tidak lulus ujian pertama kan? Coretan itu apa,”
“Iya! Iya! Aku dulu!.” Shikamaru berjalan, hendak melangkahkan kakinya, Genma berteriak,
“Dilarang juga pakai sepatu!.”
“Haahhhhh!.”
Dengan cepat Genma berputar ke arah yang lain, dipandangnya sisa anbu tadi,
“Kalian tolong berbalik,”
“Kenapa,” tanya Naruto, Genma mesam-mesem,
“Karena ini akan sangat tragis,”
Semua menurut ketika Genma membalikkan badan mereka,
“Berbalik ya, Uzumaki …,”
“Oke…Genma-san…,” jawab Naruto riang,
“Uchiha…berbalik…,”
“Hmm…,”
“Hyuuga-san, berbalik juga,”
“Baik…,”
“Suu…glek,” Genma terbelalak kaget, si Gaara tiba-tiba nyengir di depannya, tinggi mereka sepadan, jelas Genma mundur karena Gaara tepat di depan mukanya, close up. Tatto Ai jelas terlihat. Merah menyala.
“Su—suna-san…,” dia bergumam, “B…berbalik,”
“Baiklah…,” Gaara meringis.
Alasan kenapa Genma meminta mereka membalikkan badan segera terjawab, karena sedetik kemudian, terdengarlah suara-suara memilukan dari belakang, Nara Shikamaru,
“Auw! Aw! Adaw! Sakit! Aduh! Duri sialan! Adauuuhhh! Wuaaahhh! Waw! Aduuhhh! Aw! Aw! Aduh!. Gyaaa! Wa! Awaw!.”
Poor Shikamaru…
“Pasti sakit…,” Naruto membatin,
“Semoga dia masih hidup…,” Neji berdoa,
“Mati saja deh…,” Sasuke ngakak dalam hati, Gaara tersenyum mengerikan,
“Daarrraaaahhh…,”
TWEEEEWWW…
Shikamaru menyeberang dengan keadaan mengenaskan, telapak kakinya luka semua, berdarah-darah. Gaara semangat hendak mendekat, tapi kerahnya ditarik Sasuke sampai dia mencelat,
“Jangan ngeles kamu! Temen diembat juga,”
“Kan darah…,” Gaara manyun, tinju Sasuke mengarah ke mukanya. Naruto dan Neji buru-buru membalut kaki Shikamaru agar cowok monyong itu tidak menjerit-jerit terus (sekaligus menghindari kemungkinan terburuk, diisep sama Gaara) sementara Genma membacakan nilai,
“Hm…berhasil menyebrang, walau luka…kau kululuskan…lain kali hati-hati.” Shikamaru menghela napas lega, yang penting lulus, dia menggumam.
Giliran Sasuke. Sok cool, cowok itu memusatkan chakra pada kakinya, tegag. Dia menginjak kaktus dengan hati-hati, pelan-pelan. Tanpa salah, tak ada jeritan yang keluar saat mereka berbalik, dan begitu Genma menepuk bahu mereka, Sasuke sudah berada di seberang, terduduk, dengan kaki terangkat, mukanya pucat.
“Kau tidak luka,”
“Tidak, tapi tolong dong…,” Sasuke melambai—malu, “Kakiku kram nih….”
“Ya ampunn…,” Genma menepuk jidat, “Tolong diurus dong, Uzumaki-san…,”
“Oke…,”
Neji maju ke depan, dia tak lupa mengeluarkan sisir dan bedak, dasar narsis. Penampilan tetep nomer satu, tanding pun harus keren. Sambil menaiki maket dia buru-buru merapikan wajahnya,
“Aduh…sudah rapi belum ya? Eh! Keringet! Mesti diusap, ntar jadi flek! Gak bagus buat kulit, aduh…lupa bawa sunblock! Nanti UV-nya nyengat mata….”
“Hyuuga-san…,”
“Ah…Genma-san, boleh pakai kaos kaki? Kakiku baru dipedicure kemaren,”
“Hyuuga-saaaannn…,”
“Bercanda kok,”
Neji segera menyeberang, pelan-pelan seperti Sasuke, dia menggunakan chakra dengan bagus, sesekali dia melompat-lompat, menghindari duri-duri yang terlalu mencuat, aduh…kulit mulus nggak boleh kegores, batinnya.
“Huaahh,” Neji meloncat ke seberang, kakinya dikentrok-kentrok sampai debu yang nempel jatuh semua,
“Ih—pasir! Jijik! Najis! Kotor! Kuman! Bakteri! Jamur! Nggilani!.”
“Dasar narsis,” Sasuke menggelegak, “Kurangi saja nilainya, Genma,”
Genma meringis, tanpa diminta Naruto segera maju, dia memejamkan mata sejenak, memusatkan chakra pada kaki. Lalu dengan langkah riang dia berjalan di atas chakra tanpa menyentuh kaktus, melayang, Sasuke melotot,
“Sejak kapan dia bisa seperti itu,”
“Sejak kau tahu…,” Shikamaru melengos, “Seharusnya kau memantau dong, Sasu-honey…,”
PLETAK!.”
“Urusai,” geram Sasuke, tak urung dia kagum juga, honey bunny swetty sudah sampai di seberang dengan melonjak-lonjak gembira,
“Genma-san! Genma-san! Lihat! Aku bisa! Aku bisa! Aku bisaaaa!.”
“Bagus sekali,” Genma menulis di catatannya, “Sekarang kalian semua bisa melanjutkan ke lantai tiga, soalnya kalian semua sudah lu…,”
Genmaaaaa…,”
GLEK!
Pelan-pelan Genma menoleh, Gaara sudah mencengkeram kerahnya dengan mata menyipit, mengerikan.
“Ah…ah..aha, ada apa ya? Suna-san,”
“Memang kau pikir aku di sini untuk apa,”
“Ah-aha…aku lupa, si…silakan,” Genma memiringkan badannya sehingga Gaara bisa lewat, dengan sok dia meletakkan guci super gede itu ke tanah, tanpa dikomando aliran pasir segera mengikuti langkahnya dan membuat semacam permadani dia atas hamparan kaktus, Genma tercengang sampai lidinya terjatuh, Sasuke melotot, Naruto nganga, Neji bengong sampai matanya item, Shikamaru udah nggak berkedip,
CURANG!.”
“Pluk,”
“Nyampe tanpa luka,” ujar Gaara bangga, hanya sepuluh detik, rekor banget! Genma menulis sampai gemetar, ini tak ada dalam peraturan sih, tapi kok ya bagaimana toh…pengen dilarang, tapi di buku peraturan nggak ada larangan menggunakan pasir. Hhiihhh…
“Ya sudahlah…ayo kita ke atas,” Sasuke mendelik, berurutan, Naruto, Shika, Neji menyusul, Genma menutup note dengan malas. Lalu menggigit kembali lidinya dan berbalik, tapi tangannya ditangkap Gaara cepat-cepat,
“Ehe,” dia melongo, “Suna-san,”
“Eng, ada waktu tidak,” Gaara memerah, “Na…nanti kutunggu di belakang,”
“Nani,”
“Ada…yang mau kubicarakan,” kata Gaara sembari memalingkan wajah, menatap muka Genma yang innocent itu bikin nggak kuwath.
“Baik.”
“Aha…oh—ya, ak…aku ke atas dulu….”
“Eng—anu…Suna-san…,”
“Ya,”
“G…ganbatte…kudasai,” Genma mengangguk sebelum berbalik masuk ke dalam bilik bangunan, Gaara tersenyum. Dia mendongak ke atas dan kaget…
Pasirnya membentuk tanda hati besar di udara…
“HALLOO!.”
Kakashi duduk di atas batang pohon lantai tiga, Sasuke berkacak pinggang,
“Sensei…cepat turun dan katakan apa yang harus kami lakukan,”
“Sebelum itu…,” Kakashi menunjuk ke belakang dengan mata belo, ekspresi bingung yang aneh,
Dia kenapa?.”
Spontan semuanya menoleh, Gaara berdiri dengan pose pandangan menerawang dan mulut membentuk lubang melengkung. Bunga-bunga bertebaran di atas kepalanya. Wajahnya merah merona melebihi jambu. Baru pertama kali ini mereka melihat Gaara begitu bahagianya.
Naruto mendekat, meraih semua bunga yang ada di atas kepala Gaara,
“Jangan gangguuuuuu…,” Sasuke berbisik pelan, Naruto nyengir,
“Gaara-san,”
“…,”
“Gaara-san,”
“….”
“Gaara-san!.”
“He,”
“Nggak mempan ya,” Neji memegang bahu Naruto, dan mendorongnya ke arah Sasuke, “Biar aku yang coba…,” ujarnya mantap, dia menarik napas dalam-dalam,
GENMAAAAAAAAAAA!.”
Ah! di mana,” Gaara terperanjat, celingukan, Neji tersenyum puas.
“Begitu caranya…,”
Naruto melongooooo…oooh…gitux yakx…understandx.
“Kau mengerjaiku.” Gaara memerah lagi, Neji hanya melengos dingin,
“So? Nande,” Sasuke berkacak pinggang, “Apa yang sensei perintahkan,”
“Oh—iya, itu, di sana. Sudah kusiapkan.” Kakashi menunjuk ke satu arah…,
HAAHH!.”
Semuanya kaget.
“Nggak usah pakai hah dong….” Kakashi melengos,
HIIIIIHH!.”
“Hih juga nggak boleh….”
HUUUHHH!.”
“Huh juga nggak usah….”
HEEHHHH!.”
“Kita mulai saja deh…,” Kakashi menyerah, dasar bandel.
Di depan mereka terletak sebuah kotak hitam supergede lengkap dengan peralatan canggih dan kamera-kamera di sepanjang dindingnya. Tulisan Konoha BlackBox Nation-nya terpampang di pintu masuk kotak.
“Masuk ke sana, perlihatkan beberapa kehebatan bakat kalian, istilahnya sih…show your intelegent, are you understand?.” Kakashi menjawab singkat, “Shitsumon ga arimasuka?.”
“Ada….” Neji mengangkat telunjuk, “Kita boleh ngapain aja kan?.”
“Ya.”
“Oke—thanks.”
“Ini keahlianku…,” Shikamaru berujar dengan sok, iya—iya…batin Sasuke, bibir monyongmu itu sudah merupakan suatu kelebihan….
“Kita mulai, dengan…Hyuuga,” Kakashi membuka pintu kotak. Neji masuk dengan agak grogi, tapi,
“Wuushhh….”
Dengan super anggun, Neji bergaya layaknya bintang shampoo profesional, rambut hitamnya yang aslinya terikat tinggi dilepas dan dikibar-kibarkan kesana-kemari,
“Waahh…,” Naruto menganga, memandang Neji dari monitor di dinding kotak, “Neji cantik….”
“Fiuu…,” Shikamaru bersiul rendah, “Kalau nggak ingat dia cowok, kayaknya bakal aku jadiin pa…,” dia berhenti, karena Gaara dan Sasuke memandangnya bersamaan—sinis.
“Siapa tadi yang ngejek kami,” tanya Gaara manyun, Sasuke nyibir,
“Dibunuh Itachi baru tahu rasa….”
Selesai bergaya, Neji kembali mengikat rambut. Dia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari jaket, yang tahu-tahu berkelotak membuka ke segala arah membentuk beberapa ruang datar dengan alat-alat kosmetik khusus cowok di sana-sini,
“Senjata rahasia,” tanya Kakashi bingung, Sasuke ngakak,
“Iya...rahasia yang bikin aniki nguber dia sepanjang hari….”
Benar sih…Neji mulai menggunakannya, pertama, alis. Dibentuk rapi dengan pinset dan pensilnya. Mata, bulunya dilentikkan pakai penjepit. Pipi nggak diapa-apain, karena memang sudah merah. Bibirnya dioles liplint…basah kayak jelly.
“Gila…,” Shikamaru mengusap iler, “Cantik, men…,”
“Iya, cret…,” sambung Naruto ngeles. “Kalau begini aku nggak heran kenapa Itachi-san ngebet banget.”
“Hoi, hallo…,” Gaara menggerak-gerakkan telapak tangan di depan mata Shikamaru yang nggak berkedip—“Yah, tewas.”
“Berikutnya apa lagi, Hyuuga,” Kakashi berbicara lewat mikrophon. Neji mengacungkan jempol, dia menutup matanya sejenak, urat-urat pucat langsung bermunculan di sekitar mata,
BYAKUGAN!.”
“Ah, Shikamaru bengong, ngapain? Oh? Naruto-san! Awas! Tangan Sasuke-kun usil di belakang, Gaara-san. Bunga-bunganya belum ilang dari kepala? Kakashi sensei…kalau mau alat-alat ini nanti boleh diminta kok, buat Iruka-sensei kan,” celoteh Neji super cepat. Rupanya ilmu membaca pikiran. Kakashi salting, soalnya semua memandanginya heran,
“Ahaa…ha…aku pikir, Iruka pasti senang kalau diberi itu…,” katanya malu. Neji ngikih pelan, “Tukar tambah pakai nilai,”
“O—itu nggak bisa, kau boleh keluar,” Kakashi membuka kembali pintunya, dan Neji keluar dengan wajah berseri. Habis dandan, jadi fresh…Sasuke yang menyusul masuk sempat berbisik di telinganya,
“Cuci muka sebelum aniki jadi horny.”
“Oke.”
Pintu ditutup, Naruto sudah menduga apa yang akan ditunjukkan Sasuke untuk pertama kali.
That’s right! Pose keren! Cowok yang merasa tampan melebihi Tom Felton itu segera memasang berbagai pose yang mirip-mirip coverboy kalau lagi nampang di majalah Konoha yess. Iyalah. Sasuke kan coverboy tahun ini. Shikamaru dan Gaara buru-buru menoleh ke belakang menahan muntah. Rasanya perut mereka pengen pusing. Si Neji dengan minat memperhatikan gaya-gayanya Sasuke, bersama Naruto tentunya.
Gaya selesai. Pose kelar. Giliran jutsu. Sharigan beraksi. Mata user-user itu menyala-nyala. Kakashi dan yang lain buru-buru merem. Habis Sasuke mandang pas ke kamera.
Selesai menyebarkan nightmare, sulingnya dikeluarkan, melantunlah Akeboshi dari dalam kotak. Kepala kelima orang yang ada di luar bergoyang ke kanan-ke kiri. Lembut sekali. Mata Gaara merem-melek, Neji tanggap, dia mengeluarkan kikir dan mengasah gigi taringnya sejenak, lalu…
KRAUK!.”
Wadawww!.” Gaara terlonjak kaget, dia mengibaskan tangan kesakitan,
“Apaan sih? Gigit sembarangan, emang aku takoyaki apa?.”
“Kalau kamu tidur, siapa yang bakalan ngurus si Shukaku? Enak aja!.”
“Kan ada Kyuubi.”
“Kyuubi dan Shukaku kan beda!.”
“Woi, berhenti, sudah selesai,” Kakashi mengaba-aba. Sasuke keluar dengan muka cool, Gaara menyusulnya masuk.
MASKARA ALWAYS! Sekotak kecil maskara hitam asli negara Suna langsung dia praktekkan di depan kamera. Mengoleskan tebal-tebal di atas pelupuk matanya yang tak beralis sehelaipun. Semuanya dapat melihat bagaimana mata Gaara sebeum pakai maskara. Sipit. Mungil, bersinar. Mirip mata orang cina. Naruto tertawa saking lucunya.
“Kawaii desuuuu….”
Selanjutnya bakat alami Gaara. Begitu tutup guci dibuka, rombongan pasir langsung berkumpul membetuk bangunan istana kecil yang indah, Neji bertepuk tangan, istana hancur diganti bangunan tugu Hokage. Naruto yang tepuk tangan. Ganti bangunan gunung Hollywood. Shikamaru yang antusias. Giliran pasir membentuk bangunan hotel, Sasuke bersiul.
Gaara keluar. Ganti Naruto yang maju.Oke…Kakashi memilih berdiri dan meninggalkan bangku penilainya yang ada di depan monitor.
“Kau saja yang menilai, Hyuuga…,”
“Ore wa,”
“Ha-i…aku ke belakang saja.”
“O…ee…,” Neji menganguk,
“Aku mulai ya,” Naruto berteriak, dia memasang kuda-kuda,
OIROKE NO JUTSU!.”
CROTH!.”
Sasuke, Gaara dan Shikamaru langsung mencelat bersimbah darah, Kakashi di balik bilik ngakak abis-abisan,
“Sudah kuduga dia akan menggunakan jurus itu.”
“Oi,” Neji celingukan, “Naruto-san!.”
“Ohee hehehehe…gomen! gomen,” dan…bush! Naruto kembali ke bentuk asalnya. Sasuke dan yang lain berusaha berdiri walaupun tertatih.
“Se…seksi no jutsu…,” Shikamaru melap hidungnya, “Makin gede makin seksi aja dia…,”
“…,” Gaara mengangguk, Sasuke tak berkomentar.
“Aku coba lagi ya? Bukan seksi no jutsu kok,” teriak Naruto,
HENGE NO JUTSU!.”
CROTH!.”
Lagi, Gaara…hidungnya mimisan hebat, bagaimana enggak? Sosok Genma nude tanpa ikat kepala dan lidi di mulut itu terlihat jelas di layar. Tersenyum.
“NARUTOOOO…,” Neji bergumam, ‘Genma’ Naruto nyengir,
“Gomen ya, Gaara…,”
“Ng..nggak apa—uph!…apa…,” Gaara mengangguk dengan terpaksa, tapi kelihatannya dia agak nyesel saat Naruto kembali ke bentuk semula. Ihii…
“Oke…coba yang lain, ah!.”
“HENGE NO JUTSU!.”
“CROTH!.”
Kali ini bukan berasal dari para anbu muda tadi, melainkan dari bilik. Kakashi yang sembunyi, Neji ngakak, diikuti tawa Shika dan Sasuke. Gaara mati-matian menahan gemeletuk giginya yang pengen meringis.
Iruka-sensei, dengan gaya yang sama seperti Genma. Ramping, tinggi, rambut terurai cokelat gelap, bekas luka di hidung. Nggak tahanx!.
“Su—sudah dong, Naruto-san…,” Neji mencegah, tapi bukan Naruto namanya kalau nggak usil,
“HENGE NO JUTSU!.”
“Uwaahhh,” teriak Neji, dia nggak mimisan, tapi langsung pingsan di tempat, Itachi Uchiha…memandang lewat monitor dengan gaya cool, bercelana hitam, kemeja putih tak dikancing, dan rambut terurai panjang sepunggung. Seksi abis!.
“Hoi, Neji…bangun,” Sasuke menepuk-nepuk pipinya, mata Neji membentuk tanda Uzumaki. Naruto keluar dengan tawa terbahak-bahak. Sukses besar! Kakashi pun kembali ke tempatnya.
“Giliran Nara…tolong tunjukkan bakat dengan benar…,” dia menyindir, Sasuke merengut. Shikamaru masuk, tanpa basa-basi, dia langsung memamerkan bakat yang mengantarkannya jadi The Best Voice di Konoha Awards sebulan lalu.
“Hmmmm…ahak! Ihik! Uhuk! Ehek! Ohok!.”
You raise me up! So I can stand on mountain!
You raise me up…to walk on stormy seas…
I’m strooonggggg…when I’m on your shoulder…
You raise me up…to more than I can beeeeeeee…!.”
PLOK! PLOK! PLOK!.”
Suit! Suit! Suit!.”
Semuanya bertepuk tangan, suaranya nge-bass and falsetto abis! Nge-mix! Keren banget!.
“Thank you! Thank you!.”
Lantai 4
Kouchi: Itachi Uchiha
Oke…lantai yang paling dibenci Sasuke dan disebali Neji, dimangkeli Shikamaru dan disumpahi Gaara. Itachi menyambut mereka dengan dandanan ngejreng super georgeous.
Persis seperti apa yang di-HENGE no jutsu kan Naruto. Kemeja putih dengan suspender yang sama hitam dengan celana, sepatu serta rambutnya. Tersenyum di depan pintu, mereka melewatinya satu-persatu.
Pertama, Naruto…
“Hai- Itachi-san!.”
“Hai…,”
Kedua, Shikamaru…
“Hai…Ita…hoek….”
“Hai….”
Ketiga, Neji…my honey…
“H…h..ai…I…tachi…,”
“Hi…,”
Kempat, my baka otouto
“Hueekhhhhhhkkhhxxxxxx!.”
“Hai…,”
Kelima…si Suna…
“…,”
“Glek,” Itachi memegangi kepalanya, “Gue dicuekin!.”
“Rasain,” Sasuke ngekeh, Gaara masih bertahan dengan khayalannya di lantai dua tadi. Jadi don’t distrub him if you not want to dikubur hidup-hidup.
“Yah, oke…kalian duduk sini…,” Itachi menunjuk ke bangku pajang di samping ruangan yang mirip ruang wawancara. “Kaca ruangan di sebelah ini kedap udara, peluru, terigu, batu, labu, abu, kerikil, pasir, semen, atau anbu… jadi nggak ada yang tahu apa yang kita lakukan di dalam…,”
Semuanya mengangguk-anguk, so?
“Di dalam sini aku akan menguji mental kalian, satu-persatu masuk, akan kutanyakan dua pertanyaan tetap. Dan satu pertanyaan khusus.”
“Pertanyaan tetap,” Shika nyeletuk, “Apa itu,”
“Good question,” Itachi nyengir, “Pertama, aku akan mengorek habis kesalahan terbesar yang kalian lakukan selama kalian hidup, dan kedua…rahasia terbesar kalian.”
Sasuke tercekat, lidah Neji tergigit, Naruto bengong, mata Gaara tiba-tiba beralis, Shikamaru monyong lima senti. Ibaratnya, kaget berjama’ah.
“APAAAAAAAAAAA!.”
“Good respons…,” Itachi masuk ke ruangan tadi dengan lidah dijulurkan, mirip Bakoro (AN: init uh nickname dari kita2 buat si Orochimaru, Bkoro Baka Orochimaru)—“Aku akan panggil satu-satu, duduk manis dan tunggulah, semakin tanggap kalian menjawab, semakin besar nilai kalian.”
NARA SHIKAMARU….”
“Glek,” Shikamaru menenggak ludah kaget, dia maju perlahan, dan membuka pintu ruang wawancara ( alias ruang eksekusi baginya ) ada sebuah meja, lampu duduk, dua kursi. Satu cangkir kopi, satu gelas susu, sepiring mochi kashiwa. Plus permen setoples.
“Silakan dicicipi…nin chang-chang…,” Itachi ngakak, Shikamaru duduk tanpa menyentuh apa-apa…bekas Akatsuki, pasti akalnya belum tobat benar. Pasti sintingnya masih nyisa. Jangan-jangan mochi ini isinya daging Orochimaru atau gigi Kisame…atau minumannya beracun. Sihapha tahhuu….
“Halo? Monyong-man? Are you ready,” tanya Itachi, mengangkat catatan tinggi-tinggi di atas kakinya yang bersila di bangku—“Sebutkan kesalahan terbesarmu!.”
“Eh-aaaa…,” Shikamaru menggaruk bibir, “Aku pernah menyanyi di depan rumah sakit Konoha dan tahu-tahu salah seorang pasien mati jantungan.”
“Oke…lalu,”
“Mencium Ino tanpa ijin, gara-gara itu gigiku remuk kabeh…,”
“Terus,”
“Sempat naksir Neji, habis dia can…,”
TERUSSSS?.”
“Jangan marah dong, udah deh kayaknya….”
“Rahasia terbesar? Minimal dua lho!.”
“Operasi bibir…,”
OKEHHH! Cateth! Lalu? Lalu?.”
“MMMM…apa ya? Ngintip Anko-sensei mandi…,”
“Seksi gak?.”
“Banget.”
“Pertanyaan khusus untukmu…Godaime itu orangnya bagaimana?.”
“Seksi, keren, cool, perhatian, cantik…pokoke te-o-pe-be-ge-te!.”
“Oke…,” Itachi nyengir, “Boleh keluar….”
“Sukur…sukur…,” Shikamaru keluar sembari melonjak, tak lupa menyambar sepotong mochi. Beracun? Peduli amat! Laper!.
Keempat temannya mengerubung penasaran.
“Diapain kamu,” tanya Naruto,
“Digigit,”
“Dibantai,”
“Dicium,”
“Dicakar,”
“Ditarik tuh mulut,”
“Digencet,”
“Nggak…kok,” Shikamaru hendak melanjutkan, tapi Itachi sudah memanggil nama selanjutnya.
SUNAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA…………………………….”
“Iya! Iya! Iya! Sekali cukup!.” Gaara beringsut, dia melepas guci pasir dan menitipkannya ke Neji (selalu ke Neji?) lalu berlari masuk dan menutup pintu keras-keras, bruak! Itachi melonjak…kagetx…
“Halo Gaara…apa ka…,”
“Kesalahan terbesarku…,” Gaara menyela cepat, “Adalah sudah membunuh banyak orang hanya karena hobi. Jadi kuputuskan membunuh bukan berdasar hobi, melainkan kewajiban!.”
“Ya-ya-ya…,” Itachi menulis sembari bergidik, “Menakutkan bener nih anak….”
“Aku pernah menghajar Sasuke…,”
“O…itu bagus…sampai mati malah makin bagus. Lalu?.”
“Aku pernah memukul Gai-sensei….”
“Bunuh saja…lalu,”
“Berkelahi sama Kakashi-sensei…”
“Bantai saja tuh orang tua! Lalu,”
“Menendang pantat Jiraiya-sannin.”
“Cabuti saja urat-uratnya…lalu?.”
“Udah!.”
“Rahasia terbesarmu? Yang oke ya?.”
“Pernah eng…mencium…Genma…eh! Tapi waktu itu nggak sengaja! Sumpah! Kami jatuh bareng! Suer! Aku nggak sengaja loh! Percaya deh! Bener!.”
“Iya-iya, aku percaya, kamu kok gagap banget ya? Biasa sajalah…aku juga pernah kok sama Neji…,” Itachi mencorat-coret catatannya dengan muka menahan tawa, psycoooo juga manusiaaaa! Punya rasa punya hati! Jangan samakan dengan ulek dan panciiiiiii !….
“Lalu?.”
“Eng…aku suka es krim cokelat.”
Gubrak!.”
“Hallo…kau nggak apa-apa,” Gaara melongok ke bawah meja, dimana Itachi jatuh terlentang dengan kepala benjol, kliyeng…psycooo…heh…suka…es krim? Alamak! Cokelat lagi!
“Sori, kesalahan teknis.” Itachi buru-buru membetulkan posisinya supaya bisa kembali cool—“lalu,”
“Udah!.”
“Pertanyaan buatmu….” Itachi melirik ke box rahasia di sisi laci meja, “Apa pendapatmu tentang Genma?.”
“Nani,” Gaara terkejut, bayangan sebentuk wajah tampan berambut emas muncul di atas kepalanya, ih! Bush! Bush! George Bush! Bush! Presiden Amrik! Eh! Jaka sembung? gak nyambung!
“Amm…anu, anu anu itu anu itu eh…anu itu anu…sumpeh lo?.”
Sumpeh deh!.”
“Eng…Genma itu, manis, eng…gimana ya? Lucu…kalem, keren. Cool tapi rada pemalu. Imut juga sih…terus baik. Yah…gitu deh….”
“Mau keluar?.”
“Ya.”
“Keluarlah.”
Gaara menghela napas, dia keluar dengan segan dan muka merona. Dia yakin Itachi pasti sedang ketawa abis-abisan di dalam. Es krim cokelat? Kenapa sih aku ngomong kalo aku suka? Uh! Mulut! Nggak bisa dijaga! Emang susah jadi orang jujur!.
Gaara bersila di bawah, main pasir dengan gucinya. Suara Itachi kembali membawa korban, korban baru…
Baka Otoutouuuuuuuu! Kemari sayanggggggg!.”
“Rasanya kepalaku mules,” Sasuke menepuk pundak Neji, “Ada obat?.”
“Ntar aja, abis dieksekusi. Bisa request,”
“Apa,”
“Cabut lidahnya.”
“Kuusahakan.” Sasuke mengedip, dia menitipkan jaket dan emblem konohanya ke Neji—ngangguk, trus mengecup kening Naruto ( kayak mau menghadapi hukuman pancung ) lalu membungkuk ke arah matahari berulang-ulang. Melempar cium ke arah Shika dan Gaara. Keduanya kaget setengah hidup setengah mati, mirip lampu disko.
“Hai.” Sasuke menyapa kakaknya di bilik. Itachi mengekeh pelan,
“Lama tak jumpa….”
“Tiap hari juga ketemu.”
“Yang masa?.”
“Emang situ kondang,” Sasuke balas mencibir, “Cepat mulai! Aku bisa gatal kalau terus-terusan di sini!.”
“Sabar kenapa sih,” Itachi membalik selembar kertas, “Sebutkan kesalahan terbesar yang pernanh kau lakukan….”
Sasuke menarik napas dalam, “Satu-satunya kesalahan terbesarku adalah menerimamu kembali sebagai kakakku! Bastard!.”
“Oh—gitu? Menarik…menarik, catet, lalu?.”
“Membiarkanmu hidup…,”
“Lalu,”
“Membiarkanmu menyentuh Naruto-ku….”
“Lalu,”
“Membiarkanmu tinggal di rumah….”
“Lal…,”
“Sudah.”
“Rahasia,” Itachi mendelik nakal, “Top secret ya,”
“Nggak secret amat sih,” ujar Sasuke tenang, “Aku pernah memasukkan Sianida ke dalam bubur sarapanmu sebulan lalu,”
“Pantes tenggorokan gue sepat!.”
“Menambahkan garam ke dalam obat cuci perutmu…,”
“Pantes gue mencret!.”
“Menambahkan serbuk ulat ke dalam ramuan Henge-mu….”
“Pantes, bukannya jadi Jim Carrey, malah mirip Donal bebek.”
“Kamu tahu soal tittttttttttt….”
“Ya.”
“Nah, aku pernah sama Naruto,” jawab Sasuke tenang,
TANG!
Bola mata Itachi mencelat keluar, mulutnya nganga, pensilnya jatuh…
“Kaget,” tanya Sasuke, sinis, “Udah biasa lagi, cobain aja…tapi jangan sama Naru—awas!.”
“Enak nggak,”
“Mmm…taste better than ramen,”
“Kalo Neji gimana,”
“Coba aja ndiri…,” Sasuke bersiap hendak keluar, tapi Itachi cepat-cepat melemparkan satu pertanyaan padanya—“Bagaimana pendapatmu soal Sandaime-sama?.”
“Hokage ketiga ya? Hmmm…,” Sasuke mngerut dagu, “Cuma kakek-kakek baik hati yang agak menyebalkan, sudah ya? Daaaaahhhh….”
“Dah.”
“UZUMAKI NARUTOO!.”
Omaygod…,” Naruto memegangi kepalanya, “Neji, aku nggak akan dibunuh kan?.”
“Tenang saja, kalau dia megang kepalamu, lapor Sasuke, megang tanganmu, lapor Gaara. Megang pipimu, jangan ragu-ragu, pakai rasengan!.”
“Oke!.”
Naruto memasuki bilik setelah Sasuke melewatinya, Itachi nampak senang dengan cengiran setannya, dasar kakak si bastard, adiknya saja kurang ajar, apalagi kakaknya, huhh..i hate this akatsuki.
“Honey manis, ceritakan padaku soal kesalahan terbe…,”
“Aku tidak merasa pernah punya salah tuh.”
“A…oke…I believe at you, wajahmu cyuute banget sih, bikin nggak tega, kalau tidak ada kesalahan, rahasia…apa rahasiamu?.”
“Having a kiss, sure.”
“Apa? Sama siapa?.”
“Sasuke.”
“Oh—I see…,” Itachi meringis, “Aku tidak heran jika kau sama Sa…,”
“Lalu juga pernah sama Gaara, Neji, Lee, Kankurou, Kabuto, Genma, Hayate, Kakashi-sensei, Iruka-sensei, kamu, Shikamaru, Kiba, Shino, Chouji, Ukon, Orochimaru, Haku, Ibiki, As…,”
“I seeeeeeeeeeee………..,” Itachi mencoba tetap bertahan dengan muka cool-nya, dia hampir saja meremukkan pensil catatan hingga nyaris patah. Nggak kuwathhhhh…baakaaaaa otoutou…beraninya kau membiarkan Naruto dicium sama orang laiiiinnnnnnnnnnnnnnnnn……….!.
“Na…naruto…pe..pertanyaan terakhir, Yondaime…menurutmu, dia gimana?.”
“Chichi,” Naruto mendelik, “Are? Mm…chichi lembut, nggak marahan, lucu, cakep, imut, manis, tampan, keren, tinggi, perhatian, bijaksana, nggak pervert. Memangnya kenapa?.”
“Nggak.”
“Ya sudah! Ja matta,” Naruto berlari keluar bilik dengan wajah super ceria, lain halnya dengan Neji yang gemetaran menggigiti jarinya di sebelah istana pasir Gaara. Shikamaru ngorok, Sasuke semedi di bawah pohon pisang, nyari wangsit. Gimana nih?.”
“HYUUGA!.”
“Mati aku,” Neji toleh kanan-kiri, “Tasukete dong!.”
Sasuke dan Gaara memandangnya sejenak, mengepalkan tangan mereka,
GANBATTE KUDASAI!.”
“Gundulmu,” Neji menyumpah-nyumpah, dia segera masuk ke bilik dengan wajah ditekuk, sebaliknya Itachi terlihat sangat gembira.
“Hai…Neji.”
“….,” Neji terduduk, menatap ke bawah dengan manyun, “Apa pertanyaannya?”
“Ngobrol dulu gimana? Soal…,”
“Aku nggak mau ngobrol denganmu.”
“Oh—ayolah,”
“Nggak!.”
“Eng—bagaimana kalau…,”
“Kubilang enggak! Perlu kupukul wajahmu?.”
“Nggak perlu, nggak perlu, oke-oke…aku mulai saja, sebutkan beberapa kesalahan terbesarmu…. Jawab lebih dari satu ya?.”
Nei mengerenyit sejenak, Itachi dengan serius memelototinya sembari senyum-senyum kecil. Wajah yang serba polos. Tipe gue bangetx.
“Kesalahan terbesarku adalah membiarkan diriku berbicara denganmu saat ini, membiarkan kau melotot tanpa kucolok, membiarkanmu hidup, membiarkanmu memegang tanganku tadi pagi, dan semua perbuatanmu yang entah kenapa kuijinkan, aku bego ya,”
“Nggak kok, hikx…,” Itachi mengusap airmatanya, dua buah kapak menancap di lubuk hati. Hancur hatiku…mengenang dikau…lagunya siapa?
“Rahasia terbesarnya boleh nggak dijawab,”
“O—bol…eh? Apa? Nggak boleh donkx...harus di jawab,” Itachi meringkuk di sudut bangku, “Kenapa,”
“….”
“Ayo, ngomong,”
“Janji ya? Nggak boleh ketawa….”
“Janjiiiiii.”
“Hmm…,” Neji menarik napas sejenak, “Nggak deh, coret aja nggak apa-apa… lagipula aku sudah lulus tiga tingkat di bawah tadi.”
“Kok gitu?.”
“Lho? Nggak boleh?.”
“Tapi harus dijawab.”
“Ntar kalo sudah selesai ujian….” Neji beranjak dari kursinya. Itachi buru-buru mencegah—“Hoi! Pertanyaan khususnya….”
“Apa?.”
“Bagaimana pendapatmu tentang aku?.”
“Sekalian entar.”
“BRAK!.”
Itachi manyun.
“HEBAT! KALIAN SEMUA BERHASIL LULUS! YIHAAA! HURRAY!.” Lee mencak-mencak kegirangan begitu kelima temannya kembali dengan sudah memakai lencana Anbu yang dibagikan Gekko Hayate di lantai bawah. Sesaat lagi mereka akan mengikuti penyerahan topeng dari asrama Anbu.
“Capekkkkkk….” Shikamaru meringsut di bangku tunggu, kerumunan hiruk pikuk chuunin, genin, jounin, sampai para anbu yang lain mengisi halaman asrama. Keenam cowok itu berada di balik pangung, menunggu dipanggil. Lee berdiri sok penting dengan catatan di tangan, Naruto lemes, Neji ngantuk, Sasuke ngorok, Gaara nguap. Suara ramai di depan pangung tak membuat mereka marah, soalnya saking capek dan mangkelnya mereka sama ujian tadi.
“Siapa yang akan membagi topengnya?.” Gaara nyeletuk sambil menguap lagi, bau pasir…Lee mengangkat bahu,
“Tahu, katanya sih, sudah diberitahukan sama kalian. Memangnya Itachi-senpai nggak ngomong?.”
“Apa,” Sasuke mendelik, Lee menjelaskan lagi kata-katanya,
“DI lantai 4 kalian dapat pertanyaan khusus soal seseorang kan?.”
“He—h.”
“Nah—orang itu yang akan memberikan topeng anbu pada kalian.”
“Heeh,”
Benar saja, saat mereka dipanggil oleh Hayate, lima sosok sudah berdiri di atas panggung penyerahan. Lee menyuruh mereka berbaris rapi sesuai nama. Sedangkan Iruka-sensei membacakan profil mereka satu persatu.
“Suna no Gaara, usia 17 tahun. Sunagakure. Elemen tanah. Jabatan Anbu bagian Barat. Maju ke depan,”
Gaara menaiki tangga panggung, dia menghadap ke depan seseorang yang sedang memegangi seragam anbu yang terlipat rapi beserta topengnya dengan muka merah dan agak gemetar.
“I…ini,”
“Thanks, Genma,”
“Gokaku omedetou…,” Genma menambahkan, “Semoga berhasil.”
“Kau nggak mau jadi anbu juga,”
“Rasanya tidak,”
“Baiklah…thanks, oh…jangan lupa.” Gaara mengerling. Muka Genma merona lagi. Dia turun dari tangga kanan. Gaara tanga sebelah kiri.
Iruka-sensei berteriak lagi,
“Hyuga Neji, 18 tahun. Konohagakure. Clan Hyuga. Elemen Cahaya. Jabatan Anbu bagian selatan. Silakan ke depan.”
“Oke….” Neji menganguk, dan alangkah sebalnya dia ketika menjumpai Itachi berdiri dengan seragam dan topeng sembari tersenyum dia atas panggung,
“Kau lagi.”
“Nih,” Itachi menyerahkan seragam ke tangan Neji, “Selamat ya?.”
“Topengnya?.”
“Tuntaskan pertanyaan yang tadi, baru aku serahkan.”
“Yang mana?.”
“Rahasiamu.”
“Oh—itu,” Neji menggaruk-garuk kepalanya. Ketombe kambuh.
“Aku nggak akan ketawa deh…,” Itachi nyengir, “Apaan sih?.”
“Bisa pinjam telingamu?.”
Itachi menunduk, Neji celingukan, semua masih memandang ke arahnya. Naruto juga. Yah…hihihi…dia meringis, ditariknya kerah baju Itachi, dan…
Nyaahh!.” Naruto terbelalak, lidi Genma langsung jatuh, Hayate buru-buru batuk. Dan guci Gaara tahu-tahu putus dari tali.
“Apaan,” tanya Sasuke, Naruto menunjuk ke panggung, dan Sasuke menoleh, dilihatnya muka Itachi merah sembari memegangi pipi. Neji ngakah.
“Itu rahasianya, aku suka padamu….”
“Heh,”
“Turun dulu ya? Dah!.”
“Hei! Hei! Neji!…,” Itachi bergegas menuruni tangga, Iruka bengong melihat mereka berdua melewatinya dengan mupeng. Dia melanjutkan panggilan,
“Uzumaki Naruto, 16 tahun, Konohagakure. Clan Uzumaki. Elemen api. Jabatan Anbu bagian Tengah.”
CHICHIIIII!.” Naruto langsung maju ke atas pangung, Arashii menepuk kepalanya pelan, tinggi mereka nyaris sepadan, seperti anak kembar.
“Selamat ya? Jalankan tugasmu dengan baik,” dia mengecup pipi Naruto masing-masing, Sasuke menggeram, hihhh…sabar…sabar, dia kan papanya… wajar…wajar…wajar gitu lokhx.
“Aku akan terus berusaha sampai jadi Hokage,”
“O-ya? Akan kutunggu,” jawab Arashii, “Sana turun,”
“Oke.”
“Uchiha Sasuke, 17 tahun. Konohagakure. Clan Uchiha. Elemen api. Jabatan Anbu bagian timur…”
Nooooooooooooooooooooo!” Sasuke berkelit ketika Sarutobi nyaris saja mecium pipinya tanda selamat. Uwahh! Ada kulit palsu gak? Dia cepat-cepat melap bekas ciuman di pipinya. Kakek peyot nyium daun muda. Nggilani gitu lokh! Pedofil! Kita kan masih imut.
“Nara Shikamaru, 18 tahun, Konoha gakure, Clan Nara, jabatan ketua Anbu.”
“Hihihihihihi….” Shikamaru ngakak ketika dia mendapat ciuman dari Tsunade. Serasa ketiban durian runtuh. Muka bonyok, kecoret, kaki berlubang tak jadi masalah, yang penting…hasilnya bo!.
“Yahh…manis juga enggak, keren dikit. Imut. Trus junkie, kamu…,” Neji mengendus topeng Anbu-nya di samping Itachi yang lagi duduk di bangku taman asrama, “Cukup kan komentarnya,”
“Yahh, bolehlah…,” jawab Itachi senang, “Kita jadian kan,”
“Apanya? Aku bilang aku suka padamu bukan berarti kita jadian! Enak aja! Memang aku apaan! Jaga tuh mulut!.”
“Yah—neji….”
“Apa? Protes?.”
“Yah—neji….”
“Apa?.”
“Kiss lagi dong….”
“Nih...ambil semua!…” Neji menumpahkan seluruh isi kantong jaket ke atas bangku. Permen tok.
Di seberang, si Genma lagi bersila di rumput, sedangkan Gaara berayun terbalik di atas pohon.
“Genma…oi…Genma.”
“Ng? Nani?.”
“Kamu nganggep aku apa?.”
“Kok tanyanya sep…,”
“Jawab saja.”
“Eng-ang-eng…. Eng..uhm…eng…”
“Apa?.”
“Uhmm…temen.”
“Cuma temen?.”
“Maunya apa?.”
“Lebih dikit.”
“Ya anggep saja begitu.”
“Boleh?.”
“Terserah.”
“Sumpeh lo?.”
“Suer deh.”
“Nanti malam ada acara,”
“Nggak.”
“Makan di luar yuk.”
“Heh,” Genma mendelik, “Makan malam?.”
“Iyalah, masa breakfast malem-malem. Mau tidak,”
“Nggak.”
“Gennnmmmmaaaaa….”
“Ditraktir?.”
“Tentu.”
“Okelah.”
“Sip!.” Gaara melompat turun, memeluk Genma sekali, lalu lenyap seketika, suaranya bergema sembari diiringi kekehan, dengan wajah merah Genma kembali ke kantor jounin. Melewati Sasuke dan Naruto di sebelah asrama. Mereka lagi berjalan pulang menuju gerbang.
“Leganya abis pelantikan,” kata Naruto, Sasuke bersiul,
“Heh, usuratonkachi,”
“Nani?.”
“Mmm…nanti malam nonton yuk?.”
“Capek.”
“Idiot.”
“Aku capekkkk!.”
“Mau dipijitin? Gimana kalo ke sauna?.”
“Engg…kamu ngak ada niat macem-macem kan,”
“Pikiranmu dibersihin dikit kenapa,”
“Habisnya tiba-tiba.”
“Kamu mau tidak,”
“Mau, asal kamu nggak macem-macem,”
“Tenang,” kata Sasuke, dia memalingkan muka, terlihat banget mupeng-nya dengan senyum mencurigakan—“Habis ini kita makan ya?.”
“Makan,” Naruto langsung melotot, “Ramen nyaw?.”
“Ya…ichiraku.”
“Payself?.”
“Traktir.”
“Thanks Sasukeeeeeeeeee!.” Naruto melonjak, dipeluknya Sasuke erat-erat, ups! Setan, hampir aja masuk tuh di 60 agree meeting. Untung saja Kakashi memergoki mereka dan Naruto buru-buru melepaskan tangannya.
“Acara makan di kantor Hokage-sama, segera datang.”
BAIK!.”
“Hh…oke, ayo Sasuke!.”
“Yo-a,” Sasuke mengekor di belakang, pikirannya sudah dipenuhi planning penuh kelicikan dan rencana busuk. Mupengnya disembunyikan dalam-dalam, ada saatnya nanti akan sou kou kara ga Show Time….

CRITA GOKIL YANG GAK GUA NGERTI

Tentang Dua Shinobi

Language: Indonesia
Disclaimer:
Naruto © Masashi Kishimoto.
Rating/Genre: K / humor – romance (minor). Crack sangat mendominasi.
Jumlah Kata: 3330-an.
Sinopsis: Pernah memperhatikan bahwa hidung patung Shodaime di Gunung Hokage nampak sedikit ‘rompel’?
Catatan: Segmen terakhir mengambil referensi dari sitkom Friends, lupa episode berapa. Ayo, nyipit semua lalu temukan hubungan antara referensi tersebut, fic ini, dan tema ‘rahasia’ dari challenge (yang diadakan oleh Infantrum). Spoiler untuk info di chapter 367. Crack’o. Pusing. Thanks untuk Teko yang sudah menemani saya menggila :)

“Ini salahmu, Namikaze.”
“Aku?”
“Yap.”
“...Kok?”
“Salahmu.”
“Tapi bukan aku yang menargetkan jurus barbar itu ke—“
Salahmu.
Dan –agak— jauh di bawah sana, beberapa bongkah batu semakin rontok berjatuhan. Menimbulkan suara yang cukup menggetarkan jiwa bagi yang mendengarnya. Bergetar karena takut kepala mereka menjadi rata seperti dadar gulung, maksudnya.
--
--
Tentang Dua Shinobi
Author: Muscat-Dunghill
--
--
Hanya orang bodoh dan berkranium supertebal yang bisa-bisanya setuju untuk mengadakan latihan di atas Gunung Hokage. Sungguh.
Apalagi jika latihan itu berupa sparring yang tidak segan-segan lagi menjadi ajang penyemburan berbagai jutsu aneh dengan aura membunuh berkonsentrat tinggi, yang selayaknya tidak digunakan di sembarang tempat. Ada area khusus untuk memuaskan hasrat demikian. Namanya lapangan.
Konoha memiliki delapan lapangan. Itu yang resmi. Belum lagi yang dibangun dengan sporadis. Totalnya jadi tujuh belas. Tujuh belas. Bahkan dalam anggaran kedesaan pun ada tabel khusus untuk pembangunan, perawatan, pemerbaikan, dan pemugaran fasilitas yang vital itu. Sedetil dan sepeduli itulah para pembesar desa dalam memperhatikan kepentingan warganya. Karena para pembesar tahu, skala ‘kondisi berserakan’ yang akan diciptakan oleh aktivitas kecil-kecilan ninja mereka yang berstamina dan berdeterminasi tinggi (juga bernafsu destruktif tak terbendung) adalah masif.
Kepedulian yang sayangnya tidak diperhatikan dengan seksama oleh dua orang shinobi.
--
Semua cerita punya awal. Begitu juga cerita ini.
Cerita tentang dua orang shinobi ini pun mengikuti tren dengan dimulai pada pagi hari.
Jadi, di suatu pagi yang indah, salah satu shinobi mendatangi apartemen shinobi yang lain. Dan tanpa tedeng aling-aling, menggedor pintu dengan semangat yang menandingi keagresifan tim hore tentara daimyo manakala mereka disuntik steroid berlebih.
--
Namikaze!”
--
Minato Namikaze adalah seorang masokis. Oh, betapa dia seorang masokis.
Perhatikan.
Umurnya baru saja melewati satu setengah dekade, namun namanya sudah berada dalam jajaran jounin elit yang paling sering diminta melaksanakan misi mustahil oleh Sandaime; dicintai, dikagumi, diincar, diperebutkan, dikuntit, dan disuap oleh banyak komandan ANBU supaya sekaliii saja mau mencoba masa probasi dalam dunia gelap itu; menerima tawaran yang diajukan secara pribadi oleh Sakumo Hatake untuk menjadi guru bagi puteranya tercinta di masa depan nanti (yang, kalau kalian bertanya pada para inang bagaimana tingkah anak itu di rumah asuh, kalian hanya akan bisa mengelus dada dan menghela napas mendengar curahan hati mereka); menjadi murid Jiraiya sang Sannin Legendaris sejak tahunan lalu (oke, berita lama, tapi tetap saja. Jiraiya. Ada bel yang akan berbunyi dalam kepala kalian. Pasti.); dan, yang paling terakhir, namun paling menandakan bahwa Minato memang rakus dalam menelan kekejaman dunia adalah...
...Kushina Uzumaki.
--
Gedebuk, gedebuk, dan gedebuk.
‘Itu suara bom jatuh? Satu peleton Uchiha sedang berlatih jurus api di kamar sebelah? Atau ada kuchiyose sebesar kingkong sedang tur dalam desa? Gama-oyabun, mungkin. Tunggu. Gama-oyabun? Sedang apa dia di...’
--
Buka pintu, Namikaze! Atau akan kupraktekkan tendangan baru yang berhasil aku kuasai kemarin dan—
--
Mata Minato terbuka lebar sampai-sampai beberapa serat ototnya meletup kaget. Mimpinya berenang riang dalam samudera katak buyar sudah. Dengan segenap refleks terlatih yang menjadi tumpuan hidup selama ini, dia melompat dari ranjang dan meluncur ke pintu masuk.
“—dua! Tig—“
Pintu terbuka.
“Pagi, Kushina-chan,” sambut Minato dengan senyum penuh kedigdayaan yang dapat membuat matahari terpojok malu. Bagaimana caranya ada manusia yang dari fase tidur REM langsung menyala sepenuhnya dalam sekian detik dan tetap mampu menyapa sesama dengan penuh adab, masih menjadi misteri bagi banyak pihak yang mengenal Minato.
Dia bahkan belum sikat gigi.
“Heyya,” balas Kushina disusul dengan tawa riang. “Aa, tendangan baru, gagal deh.”
“Pintu ini baru diganti,” cetus Minato pelan seraya menggeser tubuhnya, mempersilakan Kushina masuk. Gestur yang sangat tidak perlu, karena pintu yang terbuka beberapa inci selalu merupakan spanduk selamat datang bagi Uzumaki yang satu itu.
“Tidak akan bertahan lama,” Kushina beropini, sambil berdansa masuk ke dalam apartemen Minato—atau, lebih tepatnya, ke singgasana Yang Mulia Ratu Kushina dalam mentortur Hamba Hina Minato—dan menyamankan diri di salah satu bangku meja makan di dapur.
Pada kesempatan yang sama, Minato mencari gelas untuk memenuhi agenda hidup sehat yang sempurna: minum air putih satu gelas setiap bangun pagi. Ia menyedot airnya seakan tidak ada hari esok.
Kushina memicing.
“Dan kenapa... Kamu masih memakai piyama?”
Tegukan terakhir Minato menimbulkan bunyi yang terkesan ada bola tenis yang dipaksa menerobos masuk ke lubang kerongkongannya. Bulu kuduknya meretas.
Perlahan. Sangat perlahan. Matanya menapaki Kushina dari ujung sendal, kantung kunai di celana, pakaian tempur aka rompi chuunin mengkilat, hitaiate di bawah dagu, sampai rambut yang dikuncir ekor kuda sempurna. Uh-oh.
...Tunggu. Sejak kapan Kushina menguncir rambutnya?
“...Ngk?” decit Minato.
Minato mengucek mata. Khawatir jangan-jangan sebenarnya ia masih berada dalam alam kapuk. Ditatapnya lagi Kushina. Betul-betul kuncir ekor kuda. Hm-mm.
Perlahan. Juga sangat perlahan. Kushina mengerjap.
Sepersekian detik, Minato bersumpah ada kilatan aneh yang melintas di mata itu. Mendadak ia sangat sangat sangat merasa dirinya sedang berada di tengah gerombol seratus ninja Iwa yang sedang memegang katana penuh karat dan belum menerima ransum tujuh hari.
“Enggak lupa, kan...?” Kushina berucap. Lebih tepatnya berdesis.
Folder memori, folder memori, batin Minato kalut.
Hari ini hari Sabtu pagi, minggu ke tiga dalam bulan Juni, matahari bersinar cerah, burung bercicit riang.
Kemarin ada misi, ia baru pulang pukul empat dini hari. Artinya, subuh tadi.
Hari sebelumnya juga ada misi, dan ketika pergi melapor ke Menara Hokage misi lanjutan telah menanti, membuatnya kembali melesat ke luar desa tanpa sempat pulang ke apartemen bahkan untuk mandi.
Hari sebelumnya dari yang sebelumnya, ia tidak ada misi namun satu hari penuh dengan setia ia menemani gurunya, mulai dari mengintip—err, meneliti—bahan untuk novel sang guru di suatu onsen, sampai menggereknya ke rumah sakit terdekat setelah riset itu terbongkar dengan tidak terhormat hingga melibatkan terlemparnya puluhan sikat, ember kayu jati, dan batu duduk.
Hari sebelumnya dari yang sebelumnya dari yang sebelumnya—hari apa itu jadinya? Hmm, buram, buram, buram—oh! Dia berlatih seharian penuh dengan Mikoto Uchiha di lapangan sektor lima, tiba-tiba lima kunai menyambar entah darimana, lalu Kushina datang, wajahnya dipenuhi aura kegelapan yang sebagaimana merebak setiap ia kehabisan kupon ramen untuk satu tahun—atau seperti ketika Minato menyangkanya sebagai anak laki-laki pada pertemuan pertama mereka hingga kemudian Minato harus merawat lebam di pipi yang seperti bakpau dicelup blau—lalu...
Buram, buram, buram... Latihan itu bubar, dan entah bagaimana mereka berdua sudah berada di Ichiraku menikmati miso ramen dan cemberut Kushina sedikit membaik, lalu...
Mmm...
Aha. Minato menepuk kening.
“Janji latihan, ya? Ahaha...” ia menggaruk kepala dengan senyum celos.
Apartemen Minato merupakan singgasana sang ratu dalam menyiksa hambanya.
Pagi itu, fungsi singgasana berjalan dengan baik. Semua dindingnya menjadi saksi bisu jurus tendangan terbaru Yang Mulia Kushina terhadap Hamba Hina Minato.
--
Hati wanita adalah benda yang sangat rumit dan kompleks.
Serumit mainan kubus unik berwarna-warni yang konon dikatakan sebagai permainan orang jenius dan dimainkan dengan cara diputar kesana-kemari supaya bisa menjadi kesatuan warna yang padan.
Sekompleks meminta Bunke dan Souke klan Hyuuga terbahak bersama pada acara ramah tamah dalam satu ruang. Yang terakhir itu nyaris tidak mungkin dilaksanakan. Lebih baik memang tidak coba-coba diadakan karena tetua dari tiap cabang rumah dikhawatirkan akan mendapat serangan stroke karena tuntutan profesi yang begitu berat.
Rumit dan kompleks bukan berarti sepenuhnya tidak kasat mata. Justru, hati wanita sangatlah jernih. Sejernih kristal yang terpendam di dalam bukit padang pasir negeri Kaze. Tapi, itu khusus untuk pria yang benar-benar berusaha sepenuh daya upaya menggunakan kecerdasan, kepekaan, dan kesensitifannya.
Yang artinya, sama sekali bukan Minato.
Oo, Minato sangat cerdas, itu sudah pasti. Terjunkan ia di tengah hutan belantara tanpa koloni manusia dengan bekal sebilah pisau saja, ia pasti bisa mengatur segalanya. Mungkin pulang-pulang hanya tinggal bercawat kulit macan tutul dan berhias kepala gading gajah. Tapi, itu ada arti. Otaknya encer.
Sangat encer sampai-sampai Kushina yakin menurunkan kemampuan reseptor interpersonal—tidak, lebih spesifik lagi malah—reseptor pubertasnya secara sangat signifikan hingga Minato sama sekali tidak tanggap dengan kondisi sekitar.
Kondisi sekitar di sini maksudnya adalah keberadaan seorang gadis manis yang berdiri di samping pemuda itu. Seorang gadis yang berpakaian misi lengkap dari ujung jempol kaki hingga ujung rambut.
Kalau mau kronologi dan rekonstruksi yang lebih lengkap: yang tadi di pagi buta bangun dengan perasaan sangat segar karena tidur delapan jam tok, tak lupa menutup mata dengan masker timun; yang menjadi lebih segar lagi ketika menengok ke kalender dan menemukan satu tanggal (‘hari ini!’) dilingkari dengan spidol merah tebal; yang sarapan dengan ramen instan dengan hati riang, bahkan berhenti sebelum cup kedua karena tahu berapa kalori berlebih jika ia terus melahap—ia tidak butuh gelambir lebih lanjut di segmen paha, terima kasih banyak; yang memakai baju yang baru saja keluar dari laundry kemarin sore—dan patut diingat bahwa kata ‘Uzumaki’ dan ‘laundry’ jarang disambung dalam satu kalimat yang sama. Sangat jarang.—dan, yang bahkan mengikat rambutnya dengan gaya yang sering disebut sebagai... Sebagai... Apa tadi? Ah, kuncir ekor kuda.
Kuncir.
Seorang Kushina.
Abu para leluhurnya mungkin berketir di dalam guci masing-masing, melihat keturunan mereka yang seumur-umur hanya mengenal ‘potongan di atas tengkuk’ sebagai tatanan rambut paling sempurna, kini – akhirnya – merambah ke mode lain. Mungkin masih ada harapan untuk keturunan Uzumaki yang satu itu.
Semuanya – semua! – khusus untuk hari ini.
Lebih tepatnya untuk--Kushina melirik ke samping dengan pandangan penuh nista--orang ini.
‘Orang ini’ kini sedang bercengkerama dengan riang gembira bersama seorang gadis berambut hitam-panjang, yang menggandeng balita ingusan berambut hitam-cepak, dan tak lupa saling kembar memakai baju sabtu senggang berkerah tinggi dengan simbol klan kebanggaan tersemat sempurna di punggung.
Kushina memutar bola matanya.
Tipikal.’
Satu lagi fakta penting. Gadis itu, secara tidak langsung, juga adalah biang keladi kenapa mereka (Minato dan Kushina aka dua shinobi dalam cerita ini, tentu saja) berada di luar pada pagi yang lebih baik dihabiskan dengan tidur sampai siang di rumah dan menonton kartun sampai lupa mandi.
Gadis itu—jari-jari Kushina gatal ingin menjalar ke kantong kunai di kaki kanannya—bernama Mikoto Uchiha.
Tepat ketika huruf-huruf panas itu terbordir secara imajinatif di keningnya, si pemilik nama menyurutkan pembicaraan, dan menoleh ke arah Kushina. Ia tersenyum. Senyum yang seakan-akan seluruh dunia ikut membentuk figur sabit lancip-ke-atas via bibir bersama dengannya.
“Kamu cantik sekali pagi ini, Kushina-chan,” puji Mikoto. Semua manusia, sampai yang paling keji sekali pun, dapat mendengar nada tulus dalam suaranya.
Kushina rela mendapat pangkat di bawah keji dalam kasus ini. Namun pada dasarnya ia memiliki hati yang peka dan mudah terharu, kalau bukan sangat.
“Mm...” Pipi Kushina bersemu merah. “Terima kasih.”
Mikoto mengeluarkan tawa kecil, dan kembali menoleh pada Minato. Dan, hei, apa itu tadi barusan yang melintas di antara jalur pandang keduanya, semacam medan listrik, hingga Minato sekilat bergidik?
Oh, Kushina benar-benar akan mengerahkan kunai dalam kantongnya ini dan—
“Oke. Selamat berlatih, kalian berdua,” kata Mikoto tiba-tiba. Ia menganggukkan kepala pada Minato dan Kushina secara bergantian.
Kushina ingin mengeluarkan tongkat baton dan menyanyikan mars ‘Merdeka Raya Negeri Hi’ dengan birama empat per empat, stereo penuh.
“Enggak ikut?” tanya Minato. “Nanti kita bisa sparring bergantian atau apalah.”
Tidak jadi stereo. Kushina ingin menguliti Minato hidup-hidup. Lembar. Demi. Lembar.
Bagian apa dari kalimat ‘berlatih berdua, kamu dan aku, saja’ yang ia lontarkan di Ichiraku empat hari lalu dan tidak bisa Minato pahami?
Mikoto mengangkat tangan bocah yang digandengnya, lalu menelengkan dagu penuh maklum. “Harus ada yang memastikan anak ini latihan melempar kunai dan makan siang nanti. Dan itu aku. Ya kan, Obito-chan?”
Bocah ingusan itu mengangguk terlalu bersemangat, Kushina khawatir akan terdengar bunyi derak dari lehernya. “Yap yap!”
Tiga senyum (satu sangat terpaksa), dua anggukan kepala, dan sepasang lambaian tangan kemudian, dua Uchiha itu akhirnya berlalu. Dan ketika Minato sudah mengangkat satu kaki, siap melangkah menuju lapangan sektor satu, Kushina justru merasakan kakinya tengah menjadi subjek demo lem paralon super yang dijamin tidak akan luntur sampai abad depan.
--
“Namikaze,” panggil Kushina. Suaranya sangat tenang. Terlampau tenang.
Mengingatkan Minato pada perjalanan pulangnya dari suatu misi di daerah timur, melewati sebuah pantai dengan laut yang sangat indah. Ia beristirahat di sana, berniat untuk sekedar mengumpulkan napas. Indah dan sangat tenang, bayang spektrum terumbu karang bahkan terlihat dari geladak tempat ia berdiri memandang cakrawala.
Sebelum akhirnya dalam hitungan menit, badai besar datang, menaikkan ombak layaknya oni yang baru meneguk lima gentong sake lalu iseng meniup tsunami dalam kegilaannya. Minato nyaris terhempas ke lautan, hilang jadi buih, tinggal nama, dan tidak pernah terlihat lagi selamanya.
Untung kenaasan itu tidak terjadi karena ada sepasang suami istri nelayan yang segera menariknya menjauhi lokasi. Oh. Kedua nelayan itu tak lupa melemparkan pandangan, “Sudah hilang akal kah kamu, Nak?” pada Minato sepanjang sisa hari.
Dia mendapat dua moral dari pengalaman antara hidup dan matinya yang satu itu, yaitu: 1) tidur siang di geladak dalam kondisi katatonik merupakan tindakan super bodoh, karena radar biologis penerima tanda-tanda badai pun terhibernasi dengan sempurna; 2) laut yang sangat indah dan sangat tenang pun, dapat berganti wajah menjadi jelmaan makhluk terseram, terkejam, terabsurd, dan, yah... Tetap indah walau dia sedang marah.
Mungkin.
Argh.
Kenapa berpikir sampai nun jauh ke sana?
Selintas kisah yang panjang itu terputar ulang dalam benak Minato, sementara sensor visual dan audionya sudah mengirimkan sinyal morse yang nyaris putus asa ke bagian insting survival.
Tapi, Minato adalah pejantan secara menyeluruh. Dan menyelamatkan diri dari Kushina Uzumaki yang sedang dalam salah satu ayunan mood ajaibnya, sama sekali tidak ada dalam agenda.
Sudahkah disebut bahwa Minato adalah seorang masokis?
Sudah.
“Ya, Kushina-chan?” sahut Minato pelan. Kushina tengah menunduk. Membuat Minato merasa setengah tersesat karena tidak dapat melihat mata gadis itu yang selalu berperan sebagai kompas dalam situasi seperti ini.
“Ada tujuh belas sektor lapangan dalam desa kita,” ujar Kushina. Masih dengan sangat tenang. Minato dapat memvisualisasikan ombak di pantai dulu itu dengan sempurna. Brrr. “Mana, dari tujuh belas sektor itu, yang kamu belum jamah untuk latihan bersama, dengan Mikoto?”
“Eh?”
“Yang mana, Namikaze?” Tik-tok-tik-tok-tik
--ini adalah permainan detik. Sampai waktunya habis tanpa jawaban yang memuaskan, Minato yakin akan ditemukan tergantung terbalik di sebuah pohon dalam area Hutan Kematian esok pagi. Atau mungkin tidak akan ditemukan sama sekali.
“Tidak ada,” jawab Minato segera.
Kushina mengangkat wajahnya. Ekspresinya datar. Namun matanya—apa tadi yang Minato bilang tentang keindahannya tetap ada?—mungkin dapat menyulut api di dalam oven antik Koharu-san dalam kecepatan cahaya.
“Tidak ada?” ulang Kushina.
Minato menggelengkan kepala dengan cepat. Terlalu cepat, mungkin. “Dia teman satu timku, Kushina-chan. Otomatis aku selalu berlatih bersama dia. Dimana-mana.”
Seakan perkataan terakhir tersebut dapat menjelaskan semuanya. Apa yang mau dijelaskan, lagipula? Kening Minato berkerut. Sejujurnya, dia agak bingung juga.
Kushina, di lain sisi, merespon dengan menaikkan sebelah alis.
“Ha,” jawab Kushina. “Semua sektor sudah, ya?”
Minato mengangguk.
“Baiklah,” Kushina berkacak pinggang. “Semua lapangan itu pasti memiliki kenangan yang indah, hm?”
“Kenangan?” Minato kebingungan. Mungkin pojok informasi dapat membantu pemuda yang malang ini.
Kushina tidak menggubris. Dia menghela napas dengan dramatis, lalu melihat sekeliling. Untuk orang yang jika dilihat dengan kacamata inframerah akan sangat berpendar oranye-kuning-merah-membutakan-dan-mungkin-berkorona, kemampuan navigasi Kushina yang tetap terjaga utuh sangatlah mengagumkan.
Dia sedikit mendongak ke arah utara. Seusap ekspresi aneh tersirat di wajahnya. Minato mendadak mulas.
“Itu,” Kushina mengangkat telunjuknya. “Di sana.”
Minato memanuver kepalanya untuk melihat apa yang tengah diarahkan telunjuk Kushina. Dan demi Dewa Api Pelindung Negeri Hi, apakah Kushina baru saja menunjuk Gunung Hokage?
“Gunung Hokage,” konfirmasi Kushina, tak lupa dengan cengir penuh kemenangan. “Kita ke sana.”
--
Setelah itu, semuanya terjadi dengan sangat cepat...
--
Sepasang kakek-nenek Hyuuga yang sedang duduk di balkon pagoda kompleks klan mereka seratus persen bersaksi bahwa itu adalah meteor. Omong-omong, umur mereka sudah tiga digit. Byaakugan mereka sudah lama pensiun. Mereka sedang menikmati onde kacang. Dan kacamata jarak jauh mereka tergantung di atas kening, bukan di depan mata.
Serombongan wanita yang sedang mandi di onsen curiga itu adalah gempa bumi. Tapi mereka tidak mengelaborasi lebih lanjut apa mungkin gempa bumi hanya berefek di satu tempat, vertikal, dan cuma di titik sana pula.
(sementara itu sebuah sosok berambut putih dan berbalut perban seluruh badan sedang berjongkok di luar salah satu sudut pagar bambu sambil bertumpu pada tongkat kruk di satu tangan, serta teropong di tangan yang lain, mengikuti spekulasi mereka dengan cekikik geli penuh tahu yang agak membuat ngeri...)
Shikaku Nara tidak peduli itu adalah apa. Inoichi Yamanaka juga tidak peduli itu adalah apa. Chouza Akimichi lebih tidak peduli lagi itu adalah apa. Mereka bertiga sedang makan barbekyu.
Sakumo Hatake peduli itu adalah apa. Pada awalnya. Tapi ia sibuk memasukkan dango ke mulut puteranya. Dan ia datang ke Rumah Teh adalah untuk bersantai sambil memandangi wajah batu ketiga hokage. Peduli amat dengan kericuhan yang terjadi di atas sana. Firasat Sakumo mengatakan bocah dari Uzu pasti ada hubungannya.
Mikoto Uchiha sangat tahu itu adalah apa. Insting perempuan tidak boleh dianggap main-main. Ia terbahak. Dalam batin ia mengirimkan doa untuk anggota timnya yang bodoh itu dan teman sparring-nya, agar mereka berdua bisa kembali dengan selamat, utuh, dan bernapas, dari atas sana. Tak lupa agar cepat sadar.
Fugaku Uchiha tidak peduli dengan Gunung Hokage. Ia diam-diam tersipu melihat sepupu(derajat-lima)nya tertawa lepas. Obito Uchiha merusak momen indah itu dengan melempar kunai ke jidat Fugaku. Mikoto harus membawa Fugaku ke rumah sakit.
Para ANBU segera tahu itu adalah apa. Sudah hapal, lebih tepatnya. Lalu mereka saling bertatapan sesama rekan patroli, mengangkat bahu, dan melanjutkan segala kegiatan (memata-matai, mengawal, mencekik penyusup, memancing ikan, menjemur baju, dan lain-lain) seakan-akan tidak ada kejadian spektakuler yang baru saja merusak kedigdayaan salah satu patung hokage mereka yang terdahulu.
Sandaime Hokage sudah menebak itu adalah apa. Dua kali tengokan ke jendela, lima kali penjedutan kening penuh frustasi ke dinding, dan satu hela napas berat kemudian, dia kembali duduk di depan meja. Lalu sibuk memelototi daftar biodata shinobi profesional yang kiranya memiliki elemen bumi handal dan berkenan untuk diberi misi mereparasi patung. Mereparasi gunung. Mereparasi tebing. Apa lah namanya.
Sedangkan warga Konoha yang lain...
Melongo syok dengan penampakan baru patung Shodaime di Gunung Hokage yang kini tidak berhidung.
--
Semua cerita punya akhir. Begitu juga cerita ini.
Sayangnya cerita tentang dua shinobi ini memutuskan untuk tidak mengikuti tradisi. Jadi, seluas samudera apapun harapan kita, dua tokoh shinobi dalam cerita ini tidak menutup permasalahan dengan satu pelukan yang mesra, ciuman yang hangat, atau janji-janji yang membara.
Melainkan dengan ‘perpelesiran’ yang sangat jauh hingga ke perbatasan negeri Hi dan Iwa, tiga minggu kemudian.
--
Semua yang mengenal Takahashi Iwao tahu bahwa ia adalah orang tua bijak yang tidak banyak bicara. Ia seorang shinobi yang tidak jelas status loyaltinya. Bertempat tinggal di tanah Iwa, yang berjarak hanya dua meter dari garis batas Hi. Nomor ID-nya terdata sebagai ninja Negeri Batu tersebut, namun ia bekerja untuk banyak desa. Tsuchikage bahkan sudah putus asa untuk mencapnya sebagai Ninja Buron.
Karena Takahashi Iwao memang tidak banyak tingkah. Lagipula, ia hanya mau menerima misi yang berhubungan dengan keahliannya sebagai juru pahat. Itu saja.
Sedangkan kegiatan sehari-harinya yang lain adalah beternak ayam. Dan tidur siang. Sangat tidak berbahaya.
Kecuali jika ada orang yang menyinggung karya pahatnya.
Kesimpulannya, Takahashi Iwao adalah harapan satu-satunya warga Konoha dalam memperbaiki hidung patung agung Shodaime mereka yang kini tengah rata. Shinobi lain telah berguguran, entah karena hasilnya menjadi lebih mancung, lebih lebar, atau bahkan lebih menceruk ke dalam. Mengenaskan.
Begitulah kata isi dari surat pengantar yang ditulis Sandaime Hokage untuknya.
Dan surat itu juga sudah memperingatkan Takahashi agar tabah dalam mengarungi perjalanannya ke Konoha. Sehubungan dengan masalah kurangnya sumber daya manusia, Konoha hanya bisa mengirimkan dua orang penjemput yang dapat diepitomkan sebagai duet ninja telat puber yang konyol aka pembuat masalah ini pada awalnya.
Takahashi sangat setuju.
Mereka berdua...
--

“—kamu selalu bilang begitu, Namikaze.”

“—karena memang begitu, Kushina-chan.”
“Jadi maksudmu Mikoto lebih bagus daripada aku!?”
Ma, ma, bukan begitu maksudku!“
--
...sangat berisik.
Dan mereka berdua...
--
“Bodoh, bodoh, bodoh! Namikaze bodoh! Pergi ke laut saja sana!”
“Kushina-chaaaan...!”
--
...entah terlalu polos atau memang bodoh kronis.
--
“...jadi, aku hanya menganggapnya sebagai adik. Wajar, kan?”
Dengus. “Kalau begitu, aku apa?”
“Eh?”
“Kalau Uchiha itu adik, aku apa, Namikaze?”
“Aa.” Batuk. Batuk. Batuk. Merah. Asap. Api unggun. Bakar ikan. “Eehm...”
“Hmmm?”
“Wah! Lihat, Kushina-chan! Kura-kura terbang!”
“Mana?!”
--
Bodoh kronis. Yap.
--
“Kita main saja, Namikaze.”
“Main apa?”
“Aku bertanya, dan kamu harus menjawab dalam satu detik. Tidak boleh lebih. Tidak boleh berpikir lama-lama.”
“Oh. Oke. Mulai.”
“Siapa gurumu?”
“Jiraiya.”
“Berapa nomor apartemenmu?”
“Tujuh belas.”
“Katak kesayanganmu?”
“Gamachiro.”
“Mikoto bagimu?”
“Adik, adik, adik.”
“Sandaime menurutmu?”
“Keriput.”
“Pfft—warna kesukaanmu?”
“Biru.”
“Ramen favoritmu?”
“Kaldu ayam.”
“Bulan kelahiranmu?”
“Januari.”
“Kamu sayang padaku?”
“Sangat.”
Ha!
“—tunggu, tunggu! Apa itu tadi?!”
--
Takahashi Iwao menggelengkan kepalanya. Pening.
Ini akan menjadi perjalanan yang saaaaangat panjang.